TEMPO.CO, Jakarta - Pada 10 Mei 2022 adalah seabad Rosihan Anwar. Seratus tahun lalu, Mei 1922, Rosihan Anwar dilahirkan. Dia adalah tokoh pers, sejarawan, sastrawan, dan budayawan Indonesia. Rosihan pernah dianugerahi Bintang Mahaputera III.
Mengutip dari berbagai sumber, Rosihan lahir di Bumi Sari Natar, Sirukam, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Ia merupakan anak keempat dari sepuluh bersaudara. Ayahnya, Anwar Maharaja Sutan adalah seorang demang di Padang. Sedangkan ibunya bernama Siti Safiah. Rosihan kecil mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat atau HIS dan SMP atau MULO di Padang.
Setamat SMP, Rosihan melanjutkan pendidikan di Yogyakarta di AMS-A, sekarang SMA Negeri 1 Yogyakarta. Semasa di AMS-A itulah Rosihan kerap menyertakan diri ikut pelatihan jurnalistik dalam maupun luar negeri. Bahkan ia juga pernah ikut pelatihan di Universitas Yale dan School of Journalism di Universitas Columbia.
Rosihan mengawali kariernya di dunia jurnalistik pada 1943. Ia menjadi reporter Asia Raya pada masa pendudukan Jepang. Beberapa tahun kemudian, Rosihan menjadi pemimpin redaksi Siasat pada 1947 hingga 1957. Ia juga pernah menjadi pimpinan redaksi koran Pedoman pada 1947 hingga media itu dibredel pada 1961 oleh pemerintah. Pada masa Orde Baru, Rosihan menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia periode 1968 hingga 1974. Setahun sebelumnya, pada 1973, Rosihan mendapatkan anugerah Bintang Mahaputera III, bersama tokoh pers Jakob Oetama.
Selain aktif sebagai wartawan, Rosihan Anwar juga turut andil dalam perfilman Indonesia. Pada 1950, ia mendirikan Perusahaan Film Nasional (Perfini) bersama Usmar Ismail. Dalam film pertamanya, Darah dan Doa, Rosihan sekaligus menjadi figuran. Dia juga pernah menjadi produser film Terimalah Laguku, dan sejak akhir 1981, ia mempromosikan film Indonesia di luar negeri dan tetap menjadi kritikus film sampai akhir hayatnya. Pada 2007, Rosihan Anwar dan Herawati Diah, yang ikut mendirikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Surakarta pada 1946, mendapat penghargaan ‘Life Time Achievement’ atau ‘Prestasi Sepanjang Hayat’ dari PWI Pusat.
Berikut sejumlah karya Rosihan Anwar yaitu: “Radio Masyarakat” dalam Gema Tanah Air (editor HB Jassin, 1948), Ke Barat dari Rumah (bersama Mochtar Lubis & S. Tasrif, 1952), India dari Dekat (1954), Dapat Panggilan Nabi Ibrahim (1959), Masalah-Masalah Modernisasi (1965), Islam dan Anda (1962), dan novel Raja Kecil (1967). Bukunya yang populer adalah Sukarno, Tentara, PKI : Segitiga Kekuasaan sebelum Prahara Politik 1961-1965
Rosihan lebih produktif pada era 70an, setidaknya terdapat delapan karya dalam satu dekade. Seperti, Pergerakan Islam dan Kebangsaan Indonesia (1971), Ihwal Jurnalistik (1974), Kisah-kisah zaman Revolusi (1975), Profil Wartawan Indonesia (1977), Kisah-kisah Jakarta setelah Proklamasi (1977), Jakarta menjelang Clash ke-I (1978), Ajaran dan Sejarah Islam untuk Anda (1979), Bahasa Jurnalistik dalam Komposisi (1979), dan Mengenang Sjahrir (1980).
Selain itu, di tahun-tahun selanjutnya, Rosihan masih menulis beberapa buku, di antaranya Sebelum Prahara: Pergolakan Politik 1961-1965 (1981), Menulis Dalam Air, autobiografi, SH, (1983), Musim Berganti, Grafitipress, (1985), Perkisahan Nusa: Masa 1973-1985 (1986), dan Sejarah Kecil “Petite Histoire” Indonesia: Jilid 1-4, (2004-2010).
Rosihan Anwar meninggal pada Kamis, 14 April 2011 pukul 08.15 WIB di Rumah Sakit Metropolitan Medika Center (MMC) Jakarta dalam usia 89 tahun. Rosihan diduga terkena gangguan jantung dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta Selatan.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca: Seabad Rosihan Anwar dan Catatannya tentang Sukarno, Tentara dan PKI
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.