INFO NASIONAL - Ketua MPR, Bambang Soesatyo, akan meluncurkan buku terbarunya yang ke-23, Indonesia Era Disrupsi di awal Juni 2022 mendatang.
Buku ini, selain berisi kontemplasi analisis dan buah pikirannya atas perkembangan terkini, juga berisi rangkaian tulisan Bamsoet yang telah dipublikasikan sejumlah media dalam negeri.
Tema disrupsi dipilih karena Indonesia saat ini sedang dan terus melakoni proses perubahan yang cepat pada sistem dan tatanan di berbagai aspek kehidupan manusia, yang didorong oleh inovasi teknologi dan tuntutan revolusi Industri 4.0.
Dalam rangkaian tulisannya, Bamsoet menekankan bahwa semua elemen masyarakat harus beradaptasi dengan perubahan di era disrupsi saat ini, karena dinamika perubahan berlangsung begitu cepat. Perubahan tak dapat dihindari oleh siapa pun, baik masyarakat perkotaan maupun di pelosok desa. Nyaris tak ada lagi daerah yang terisolasi.
Komunitas global sudah mengadopsi Industri 4.0, era baru yang juga menghadirkan begitu banyak perubahan di bidang ekonomi dan industri. Proses yang konvensional pada era Industri 3.0 sudah harus ditinggalkan. Sebab, proses produksi dan distribusi pada sektor industri di era Industri 4.0 bekerja dengan dukungan teknologi digital dan internet.
Baca Juga:
Digitalisasi dalam proses produksi dan distribusi mengharuskan semua entitas yang terkait langsung dengan industri harus selalu terkoneksi untuk komunikasi dan berbagi informasi. Konsekuensinya, kecepatan tersedianya data dan informasi menjadi faktor yang utama.
Tak ada pilihan bagi generasi generasi muda kecuali segera beradaptasi dan mengadopsi berbagai perubahan. Dunia kerja juga berubah, tidak sama lagi dengan era Industri 3.0. Pada era sekarang, banyak fungsi dalam organisasi manajemen tidak lagi butuh otak dan tenaga manusia, karena sudah digantikan oleh internet of things (IoT).
Mengacu pada kecenderungan itulah Bamsoet menyoal dan mengingatkan tentang aspek kesiapan sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Mau tak mau Indonesia butuh begitu banyak talenta digital.
Tantangannya tak berhenti pada kebutuhan talenta digital. Persoalan berikutnya adalah seberapa jauh kesiapan dan kemauan dunia pendidikan nasional beradaptasi dengan perubahan sekarang ini. Kemauan beradaptasi setidaknya harus tercermin pada perubahan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jaman.
Aspek lain yang tak kalah pentingnya bagi Bamsoet adalah percepatan realisasi infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di dalam negeri. Bagaimana pun, TIK sudah diterima dan dipahami sebagai infrastruktur paling penting pada era sekarang.
Dalam buku ini, Bamsoet juga menyertakan lagi beberapa tulisannya bertema Pandemi Covid-19 dengan segala dampak dan konsekuensinya. Virus Corona yang mewabah di era disrupsi ternyata juga menjadi faktor yang mendorong percepatan transformasi digital pada berbagai aspek. Muncul perubahan baru seperti budaya bekerja dari rumah hingga belajar-mengajar jarak jauh. (*)