INFO NASIONAL - Pada era desentralisasi seperti saat ini, pemerintah daerah memiliki kesempatan untuk lebih proaktif dalam mengembangkan inovasi kebijakan untuk daerahnya masing-masing. Pembangunan wilayah dapat berorientasi pada penciptaan keunggulan daya saing yang berkelanjutan, dengan menggali potensi daerah.
Terlebih pada masa pandemi, optimalisasi potensi daerah perlu digerakkan oleh strategi yang tidak hanya efisien, namun juga didukung oleh inovasi kebijakan yang mampu meningkatkan pertumbuhan pembangunan, serta kolaborasi pengetahuan multi-disiplin.
Dari latar belakang tersebut, Knowledge Sector Initiative (KSI) melaksanakan diskusi virtual KSIxChange ke-35 yang bertemakan ‘Pentingnya Inovasi Kebijakan dalam Optimasi Potensi Daerah’ pada Kamis (26/8/2021). Diskusi ini membahas tentang bagaimana inovasi kebijakan dapat berperan dalam optimalisasi potensi daerah di masa pandemi.
Pada diskusi tersebut, Herman N. Suparman selaku Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai bahwa masih terdapat pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah dalam perancangan kebijakan, salah satunya Peraturan Daerah yang bermasalah.
“Kami melihat banyak Perda-Perda bermasalah. Selain karena kita belum punya standar yang bagus terkait bagaimana merancang kebijakan, kemudian dari sisi tools terkait perancangan kebijakan, kami masih berusaha mewujudkan itu,” kata Herman.
Pada era desentralisasi seperti saat ini, pemerintah daerah memiliki kesempatan untuk lebih proaktif dalam mengembangkan inovasi kebijakan untuk daerahnya masing-masing. Pembangunan wilayah dapat berorientasi pada penciptaan keunggulan daya saing yang berkelanjutan, dengan menggali potensi daerah.
Herman juga menyatakan bahwa proses perumusan kebijakan di tingkat daerah masih belum banyak melibatkan pemangku kepentingan terkait.
“Dalam perancangan kebijakan daerah, kami bisa katakan bahwa proses pelibatan stakeholders dalam perumusan kebijakan masih sangat minim. Sehingga tidak heran, hasilnya kalau berkaca perda yang kita kaji pada tahun 2020, kita memerlukan energi yang besar untuk merevisi dan mencabutnya,” lanjut Herman.
Kemudian, Herman menambahkan dua tantangan terbesar untuk mewujudkan kebijakan daerah berbasis data dan riset. Pertama, dukungan infrstruktur, terutama komitmen pemimpin dan perangkat daerah terkait. Kedua, permasalahan sumber daya manusia yang sulit dipetakan.
Plt. Direktur Regional II Kementerian PPN/Bappenas, Mohammad Roudo, menilai pemerintah pusat sudah berupaya maksimal dengan menyiapkan berbagai regulasi yang mendukung inovasi daerah. Selain itu, pemerintah pusat menyiapkan dana insentif daerah sebagai penghargaan untuk inovasi daerah terbaik.
“Kami rasa regulasi saja tidak cukup, catatan kami ada beberapa hal yang kami pahami mengapa inovasi ini secara regulasi sudah diatur, bahkan diatur secara ketat, tapi masih kurang optimal. Ada empat atau lima poin yang harus dipenuhi supaya inovasi daerah bisa berjalan,” kata Roudo.
Pada era desentralisasi seperti saat ini, pemerintah daerah memiliki kesempatan untuk lebih proaktif dalam mengembangkan inovasi kebijakan untuk daerahnya masing-masing. Pembangunan wilayah dapat berorientasi pada penciptaan keunggulan daya saing yang berkelanjutan, dengan menggali potensi daerah.
Poin yang dimaksud yaitu iklim inovasi yang masih belum cukup baik, nilai inovasi belum terintenalisasi secara efektif, kepercayaan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, rotasi rutin sumber daya manusia di daerah yang menghambat pengembangan inovasi, dan alokasi pendanaan serta apresiasi penelitian.
Perlu diketahui, program KSI merupakan kolaborasi antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Australia, untuk mendukung penyusanan kebijakan berlandaskan data dan riset.
Acara tersebut dihadiri oleh Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Plt. Direktur Regional II Kementerian PPN/Bappenas, Peneliti Bappelitbangda Sulawesi Selatan, dan Koordinator Program Knowledge to Policy Yayasan BaKTI.(*)