TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung telah menyatakan berkas kasus platform FBS dengan tersangka Windy Kurnia August lengkap. Sementara satu tersangka lainnya dengan inisial DDA masih dalam tahap pemberkasan.
“Terhadap berkas perkara tersangka WK sudah dinyatakan lengkap atau P21 oleh JPU, pada 31 Maret 2022. Sedangkan untuk DDA masih dalam proses pemberkasan,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin, 4 April 2022.
Menurut Ramadahan WK dan DDA dijerat dengan Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 106 Undang-Undang Perdagangan.
Selain itu, polisi juga menerapkan pasal 80 (1) Undang-Undang Transfer Dana dan/atau Pasal 10 Undang-undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Keduanya terancam hukuman penjara paling lama 20 tahun plus denda paling banyak Rp 10 miliar.
Polisi belum melakukan penyerahan tahap kedua, penyerahan tersangka dan alat bukti, ke Kejaksaan Agung.
FBS merupakan aplikasi perdagangan forex atau mata uang asing yang berkantor pusat di Siprus. Aplikasi ini dinilai ilegal karena tak terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
WK dituding memiliki peran mempromosikan FBS melalui media sosial dan pemilik rekening untuk penampungan dana dari para nasabah yang akan berinvestasi di FBS Indonesia.
Penyidik telah melakukan penyitaan satu unit HP dan satu kartu ATM milik WK. Sementara tersangka DDA, berperan sebagai customer support FBS, pemegang token dan perantara dengan pusat FBS. Penyidik juga telah menyita 4 unit komputer operasional customer support FBS.
Selain beroperasi secara ilegal, menurut Ramadhan, WK juga dianggap memberikan iming-iming tak sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia untuk menarik orang.
Dia memberikan tawaran trading komodisti dengan sistem zero spread atau tidak adanya selisih antara harga jual dan harga beli komoditi. Sementara dalam aturan yang dikeluarkan oleh Jakarta Feature Exchange (JFE) disebutkan setiap transaksi wajib memiliki selisih antara harga jual dan harga beli dengan nilai maksimal 0,5 persen per transaksinya.
Janji itu, menurut Ramadhan, pun tak sesuai dengan kenyataan. Menurut dia, FBS menerapkan spred hingga 1,3 per transaksi.
“Yang mana angka tersebut diluar dari nilai kewajaran yang sudah ditetapkan JFE selaku bursa berjangka komoditi resmi di Indonesia,” kata Ramadhan.
Bappebti pun telah memblokir semua situs FBS Indonesia pada September 2021.