TEMPO.CO, Jakarta - DPR dan Pemerintah melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) pada hari ini, Senin, 4 April 2022. Pembahasan sebelumnya telah dilakukan mulai 28 Maret hingga 1 April 2022 dan hampir menyelesaikan semua substansi.
Terdapat beberapa isu yang pembahasannya ditunda, yakni mengenai perumusan unsur tindak pidana kekerasan berbasis gender online (KBGO), eksploitasi seksual, pemaparan tentang tindak pidana pemaksaan aborsi dan pengaturan rehabilitasi pelaku. Hari ini, Panja RUU TPKS akan membahas isu-isu tersebut bersama pemerintah.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) memberi masukan, di antaranya penguatan perumusan KBGO dan aturan yang masih berbahaya bagi korban dengan tidak dicabutnya Pasal 27 ayat (1) UU ITE. ICJR menyarankan unifikasi pengaturan tentang akses, penyebaran, transmisi konten pribadi seseorang di luar kehendak orang yang menjadi objek atau pun yang menerima konten.
"Sehingga, tiga hal tersebut bisa dilarang dalam RUU TPKS, yaitu perbuatan merekam, mengakses, menyebar, mentransmisikan konten pribadi seseorang atau kepada orang yang tidak berkehendak menerima," ujar ujar Peneliti ICJR, Maidina Rahmawati lewat keterangannya, Senin, 4 April 2022.
Dengan unifikasi ini, ujar Maidina, ketentuan penutup dalam Pasal 71 RUU TPKS juga dapat menghapus Pasal 27 ayat (1) UU ITE tentang larangan penyebaran konten melanggar kesusilaan, karena pasal ini tidak lagi diperlukan dengan adanya ketentuan KUHP, UU Pornografi dan nantinya UU TPKS.
Selain itu, ICJR juga mengingatkan perlunya memasukkan aturan mengenai pemberlakuan segera ketentuan hukum acara dan perlindungan korban dalam ketentuan peralihan. "Perlu ditekankan untuk kasus-kasus kekerasan seksual yang telah dilaporkan dengan UU yang ada saat ini, ketentuan hukum acara dan hak korban mengikuti UU TPKS yang baru ini," ujar Maidina.
Konsep sejenis, kata Maidina, diatur dalam Pasal 102 ketentuan peralihan UU Sistem Peradilan Pidana Anak. Bahwa pada saat UU tersebut telah berlaku, hukum acara perkara yang sudah masuk penyidikan akan diselesaikan dengan UU baru, namun tidak untuk perkara yang sudah masuk persidangan. "Hal ini penting diakomodasi untuk menjamin kepentingan kemudahan korban, namun tidak untuk berlakunya delik/tindak pidana," tuturnya.
Sejauh ini, ICJR mengapresiasi jalannya pembahasan RUU TPKS sepekan ke belakang. Pembahasan berlangsung secara terbuka dengan dimudahkannya akses informasi pembahasan, baik secara fisik maupun online, sehingga membuat masyarakat sipil dapat memantau langsung atau pun melalui online proses pembahasan RUU. Pembahasan antara pemerintah dan DPR juga dinilai dilakukan dengan sangat substansial menjangkau bahasan-bahasan krusial dalam rumusan RUU TPKS.
"Kami juga mengapresiasi keterbukaan anggota DPR maupun perwakilan pemerintah terhadap masukan dari masyarakat sipil, baik masukan yang sebelumnya telah disampaikan, maupun komunikasi real time yang dilakukan pada saat pembahasan. Agaknya pembahasan seperti ini dapat dicontoh pada semua pembahasan RUU, guna benar-benar menjalankan prinsip negara demokrasi," ujar Maidina.
ICJR menaruh apresiasi khusus terhadap komitmen DPR dan Pemerintah untuk mengakomodasi masukan tentang perlunya mekanisme victim trust fund atau dana bantuan korban untuk mengefektifkan pemulihan hak korban yang komprehensif tanpa terganjar masalah penganggaran. Sumber pendanaan dan tata cara pemberian dana bantuan korban akan diatur dengan peraturan pemerintah.
Anggota Panja RUU TPKS Christina Aryani optimistis Panja dan Pemerintah akan menyelesaikan pembahasan mengenai RUU TPKS pekan ini. “Saya optimis minggu depan bisa diselesaikan. Senin akan dibahas beberapa jenis tindak pidana lain yang hendak dikonstruksikan,” kata Christina, Ahad lalu.
Setelah melewati tahapan pembahasan, RUU TPKS akan melalui proses redaksional di Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi, sebelum dibawa ke Pleno Badan Legislasi untuk disetujui. Christina menjelaskan, RUU TPKS telah mengalami penyempurnaan dalam pembahasan, dan mengatur dengan seksama berkaitan dengan jenis-jenis tindak pidana kekerasan seksual beserta ancaman hukumannya.
RUU TPKS juga membahas mengenai hukum acara dari tindak pidana kekerasan seksual. “RUU ini memiliki keberpihakan terhadap korban, hak-hak korban diatur komprehensif hingga pada tahap pencegahan, koordinasi, dan pemantauan, serta siapa saja yang akan berperan di dalamnya,” kata Christina.
DEWI NURITA