TEMPO.CO, Samarinda - Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menangkap 11 orang terduga penambang batu bara ilegal. Tiga orang sudah menjadi tersangka dan ditahan di Rutan Polres Tenggarong.
"Jadi pada 21 Maret pukul 00.00 Wita, kami menindak pelaku tambang batu bara ilegal di kawasan IKN (ibu kota negara) di Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, saat menggelar konferensi pers, Kamis, 24 Maret 2022.
Rasio Sani menjelaskan, tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka ialah M (60) selaku penanggung jawab atau koordinator lapangan, ES (38) operator alat berat, dan E (34) juga operator alat berat.
"Tersangka diduga melanggar Pasal 89 ayat (1) huruf b dan/atau a Jo Pasal 17 ayat (1) huruf a dan/atau b Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Jo Pasal 37 angka 5 UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dengan ancaman hukuman penjara maksimum 15 tahun dan denda Rp 10 miliar," kata Rasio Sani.
Mereka juga menyita dua unit eksavator warna kuning, buku catatan motif batik warna biru, dua buku nota warna biru, satu buku catatan motif batik warna cokelat, 1 unit dumptruck dengan nomor polisi KT 8713 OS warna hijau, dan 1 (satu) kantong sampel batu bara.
Rasio Sani menegaskan, dirinya meminta agar melakukan pendalaman kasus, untuk mengungkap pihak lain yang terlibat. Mulai dari pemodal, hingga penerima manfaat dari tambang batu bara ilegal tersebut.
"Penindakan ini merupakan pelajaran bagi pelaku lainnya. Baik para pemodal dan pelaku lainnya, ancaman hukuman ini maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 100 miliar untuk pemodal, tiga tahun dan denda Rp 1,5 miliar untuk penerima atau pembeli," kata Rasio Sani.
Tak ingin berhenti pada penangkapan pelaku di lapangan, Rasio juga mengatakan akan mengembangkan kasus tersebut. Ia juga ingin mengungkap dugaan tindak pidana pencucian uang atau TPPU. Menurut dia, tindak pidana kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, bisa menjadi asal TPPU.
"Kami akan mendalami aliran keuangan dari proses kejahatan ini. Ini adalah peringatan bagi pelaku tambang ilegal dan juga pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan," kata dia.
Rasio menjelaskan, sudah meminta para penyidik meminta informasi ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran duit penambangan ilegal ini.
"Karena kalau follow the money, kita kan juga follow the suspect ya. PPNS KLHK juga punya kewenangan melakukan penyidikan penindakan pidana pencucian uang. kami akan lakukan itu," ungkap Rasio Sani.
Dari pengakuan tersangka kepada Gakum KLHK, operasi tambang ilegal batu bara telah mereka lakukan dalam kurun waktu satu bulan. Namun, untuk berapa luasan, masih dalam penyelidikan. "Sekali lagi saya sampaikan bahwa kami tidak akan berhenti untuk menindak pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, yang telah merusak lingkungan hidup dan Kawasan hutan, mengancam kehidupan masyarakat, dan merugikan negara," kata Rasio Sani.