TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Advokasi Tambang menyoroti banjir di Kecamatan Sangatta Utara dan Sangatta Selatan, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Jatam menduga banjir itu tak terlepas dari aktivitas pertambangan PT Kaltim Prima Coal (KPC).
“Tidak sulit untuk menghubungkannya mengingat hutan-hutan di wilayah hulu dari sungai sengatta telah dibabat habis oleh PT KPC dan bukit-bukitnya dikeruk menjadi lubang tambang yang besar,” kata peneliti Jatam Kalimantan Timur, Pradarma Rupang lewat keterangan tertulis, Senin, 21 Maret 2022.
Pada 20 Maret 2022, Jatam mencatat dua Kecamatan Sangatta Utara dan Kecamatan Sangatta Selatan selama tiga hari lumpuh diterjang banjir. Sebanyak 16.896 jiwa warga terdampak banjir ini.
Menurut Pradarma bencana banjir bukan hal baru bagi warga di dua kecamatan Sangatta. Pada 2021, mereka juga mengalami bencana banjir. Namun banjir yang terjadi pada Maret ini merupakan yang terparah dalam kurun waktu 20 tahun.
Pradarma mengatakan rapuhnya kawasan tersebut oleh banjir bukan tanpa sebab. Banjir yang saat ini berlangsung disebabkan oleh pembukaan hutan dan berganti menjadi tambang skala besar di wilayah hulu sungai Sangatta.
Jatam Kaltim menduga aktifitas pembongkaran hutan dan gunung yang dilakukan oleh PT Kaltim Prima Coal merupakan penyebab banjir selama 3 hari ini. “Setiap tahunnya PT KPC memproduksi batubara sebanyak 60 Juta metrik ton dan 75 persen hasil produksinya di ekspor ke luar negeri,” kata dia.
Jatam Kaltim, kata dia, menilai PT KPC sangat tidak layak mendapatkan penghargaan Peringkat Emas dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Lingkungan Hidup (PROPER) yang diberikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dari peristiwa ini, Pradarma meminta pemerintah pusat mengevaluasi dan melakukan audit menyeluruh terhadap PT Kaltim Prima Coal dan komitmennya memulihkan hutan serta menutup lubang tambang. “Pemerintah tidak hanya memberikan saksi administratif namun juga sanksi Pidana atas sejumlah pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan PT KPC,” kata dia.