TEMPO.CO, Jakarta - Polda Metro Jaya telah menetapkan Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar dan Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyanti sebagai tersangka dalam kasus pencemaran nama baik.
Haris Azhar dan Fatia dilaporkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan lantaran menyebut namanya terlibat dalam pertambangan emas di Blok Wabu di Intan Jaya, Papua.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan telah mengonfirmasi penetapan status tersangka itu. “Iya keduanya tersangka,” kata Zulpan di Jakarta, Sabtu, 19 Maret 2022.
Penetapan status tersangka Haris Azhar dan Fatia menjadi sorotan, karena dianggap janggal dan tidak tepat sasaran.
Mengapa status tersangka Haris Azhar dan Fatia dianggap janggal?
- Penuh keganjilan
Kepala Divisi Hukum KontraS, Andi Mohammad Rezaldy mengatakan, penetapan status tersangka Haris Azhar dan Fatia, penuh keganjilan. Menurut Andi, yang dilakukan Haris dan Fatia bagian dari partisipasi warga negara dalam menyampaikan kritik sebagai bentuk pengawasan terhadap pemerintah.
“Hal tersebut dijamin oleh Konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan yang ada,” kata Andi pada Ahad, 20 Maret 2022.
- Salah sasaran
IM57+ Institute menilai polisi salah sasaran menetapkan Haris Azhar dan Fatia sebagai tersangka. Sebab, keduanya sedang membongkar kejahatan oligarki di Indonesia. Menurut Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha, praktik penegakan hukum yang baik seharusnya memprioritaskan kasus yang dipersoalkan oleh publik.
“Alih-alih menetapkan orang yang menyuarakan persoalan kepada publik menjadi tersangka,” ujarnya, Sabtu, 19 Maret 2022
- Mencederai cita-cita negara demokratis
Menurut Praswad, perlindungan terhadap kebebasan bicara harus menjadi syarat mutlak untuk mengungkap berbagai kejahatan hak asasi manusia (HAM) dan korupsi. Padahal, pemerintah telah membuat instrumen hukum yang mendorong publik berperan secara aktif pascareformasi.
Praswad menilai, ancaman kriminalisasi terhadap pegiat antikorupsi dan HAM mengakibatkan cita-cita negara demokratis yang didasarkan nilai transparansi dan akuntabiltas semakin jauh terwujud.
- Menggerus kebebasan berekspresi
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mempertanyakan jaminan negara terhadap hak masyarakat atas kebebasan berekspresi. Menurut dia, menekan aktivis dengan tindakan hukum oleh seorang menteri jelas menggerus kebebasan berekspresi dan menciptakan efek gentar.
“Menetapkan mereka sebagai tersangka hanya karena mendiskusikan temuan dalam laporan tersebut merupakan bentuk tekanan terhadap ekspresi kritik warga,” kata Usman saat dihubungi, Sabtu, 19 Maret 2022.
- Ada benturan kepentingan di Papua
Haris Azhar mengatakan, penetapan dirinya sebagai tersangka tak menampik masalah praktik benturan kepentingan di Papua. “Terbukti, dulu saya dan Fatia hadir di pemeriksaan awal, tetapi kami berpikir lebih baik urus Papua. Tetapi negara malah sibuk pidanakan saya ketika situasi memburuk di Papua,” kata Haris Azhar, saat konferensi pers, Sabtu, 19 Maret 2022.
Haris menambahkan, proses hukum ini menunjukkan kemiskinan integritas, karena mengabaikan fakta lapangan di Papua, dan memenjarakan penyampai fakta.
- Contoh kriminalisasi masyarakat
Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti mengatakan, penetapan dirinya sebagai tersangka menjadi contoh, masyarakat yang memberi kritik atau riset malah terjerat kriminalisasi.
“Hal ini berbanding terbalik dengan isu lain, misalnya isu penyiksaan oleh aparat. Kasus seperti itu jarang ada yang masuk ke ranah pidana, dan bahkan kalau mau tarik ke belakang, para terduga pelanggar HAM berkeliaran mengisi posisi strategis di pemerintahan,” kata Fatia.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca: Polisi Sebut Penetapan Haris Azhar Sebagai Tersangka Sesuai SOP
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu