TEMPO Interaktif, Jakarta: Pengamat Politik Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, mengatakan keluarnya fatwa haram golput oleh Majelis Ulama Indonesia tidak akan mempengaruhi perilaku pemilih. "Dampaknya tidak signifikan," kata Syamsuddin saat dihubungi Tempo, Senin (26/1).
Menurut dia, tidak ada korelasi fatwa haram dengan pilihan golput. Dia menambahkan pilihan golput merupakan hak asasi dari masyarakat yang tidak perlu diatur-atur. "Itu suatu kekonyolan, lembaga agama tidak perlu mengatur tindakan berpolitik," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi Fatwa MUI Sumatera Barat Gusrizal Gazahar mengatakan, ulama sepakat memutuskan golput hukumnya haram jika ada pimpinan yang dipilih memenuhi syarat. Sebaliknya, bila ada seseorang yang tepat untuk menjadi pimpinan tetapi pemilih memutuskan golput hukumnya juga haram. “Dalam Islam memilih pimpinan itu wajib asal pimpinan yang dipilih itu memenuhi persyaratan,” kata Gusrizal.
Dia menuturkan perilaku golput itu ditentukan oleh perilaku partai politik dan calon legislatif maupun calon presiden. "Jika masyarakat menilai buruk mereka, tentu golput akan besar begitu pula sebaliknya. Seharusnya yang diperbaiki partai dan calonnya bukan dengan fatwa," katanya.
EKO ARI WIBOWO