TEMPO.CO, Jakarta - Menjadi golongan putih atau golput alias tidak menggunakan hak pilih atau suaranya dalam Pemilu merupakan hak politik warga negara Indonesia. Sebab memilih untuk tidak memilih merupakan bentuk kebebasan berpendapat sebagaimana diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945).
Kendati demikian, bolehkah seseorang mengajak untuk golput dan biasakah dijatuhi pidana?
Sebelum membahas tentang boleh tidaknya seseorang mengajak golput, ada baiknya mengulas tentang kebolehan golput itu sendiri. Menurut Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), banyak yang beranggapan golput merupakan tindakan tidak benar atau malah merupakan pelanggaran hukum.
Padahal, baik memilih ataupun tidak memilih, keduanya sama-sama merupakan bagian dari hak politik warga negara. Pasal 28 UUD 1945 menjamin setiap warga negara merdeka untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya. Salah satu bentuk turunan dari hak tersebut antara lain hak untuk menyatakan pilihan politik dalam Pemilu.
ICJR berpendapat setidaknya ada dua pandangan yang dapat dikaitkan dengan sikap golput. Pertama, memilih pada hakikatnya merupakan hak yang bebas hendak digunakan atau tidak. Maka golput dapat diartikan sebagai pilihan seseorang yang tidak menggunakan haknya. Kedua, merujuk pada UUD 1945, golput diartikan sebagai bagian dari hak warga negara untuk mengekspresikan pikirannya.
Posisi seseorang atau sekelompok orang yang memilih untuk tidak memilih juga sama sekali bukan merupakan pelanggaran hukum. Sebab tak ada satu pun aturan hukum yang dilanggar jika seseorang memilih golput. Pasalnya, bahkan ketentuan dalam UU Pemilu tidak melarang seseorang menjadi golput. Adapun beleid tersebut hanya mengatur pidana bagi yang mengajak golput.
Lantas, berarti mengajak golput dilarang?
Mengajak untuk tidak memilih alias mengajak golput tidak dilarang meskipun ada sanksi pidana yang disiapkan. Adapun sanksi pidana tersebut ditujukan kepada mereka yang mengajak golput tetapi dengan sengaja memberikan janji atau uang kepada pihak yang diajak. Jadi, selama tidak terdapat unsur memberikan janji dan uang dengan sengaja, maka mengajak golput sah-sah saja.
“Dengan demikian tanpa adanya janji atau memberikan sejumlah uang atau materi, tindakan sekedar menggerakkan orang untuk golput tidak dapat dipidana,” tulis ICJR.
Adapun aturan ini tertera dalam Pasal 515 UU Pemilu. Bagi pelanggar atau seseorang yang mengampanyekan alias menyebarluaskan gagasan golput tetapi terdapat unsur sengaja menjanjikan sesuatu atau memberikan uang, siap-siap dijatuhi pidana. Hukumannya pun lumayan, yakni penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak hingga Rp 36 juta.
“Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah),” bunyi pasal tersebut.
Pilihan Editor: Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya