TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membeberkan fakta penyiksaan terhadap tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Yogyakarta. Hasil Investigasi Komnas HAM menyebutkan kekerasan tersebut telah terjadi dalam dua tahun terakhir.
"Kekerasan, penyiksaan, dan merendahkan martabat memang terjadi di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta," kata Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam saat konferensi pers Senin, 7 Maret 2022.
Investigasi tersebut berawal dari aduan sejumlah mantan narapidana mengadu ke Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY dan Jawa Tengah pada tanggal 1 November 2021.
Berdasarkan hasil investigasi, menurut Choirul Anam, dugaan praktik penyiksaan terjadi sejak pertengahan 2020. Praktik tersebut, menurut dia, beriringan dengan upaya pemberantasan penggunaan narkotika di dalam lapas tersebut.
"Celakanya ketika intensitas (pemberantasan narkoba) ini sangat tinggi yang terjadi adalah tindak kekerasan, penyiksaan, dan merendahkan martabat muncul di situ," ujarnya.
Dia mengatakan mereka telah mendapatkan pengakuan dari sejumlah petugas lapas. Ada petugas yang mengakui melakukan tindakan pemukulan, menendang, dan mencambuk menggunakan selang. Ada pula petugas yang mengaku melihat tindak kekerasan terhadap tahanan baru sebelum masuk di blok.
"Ketiga, ada petugas yang mengetahui atau mendengar dari rekan regu pengamanan yang bertugas saat itu," katanya.
Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Wahyu Pratama Tamba mencatat sembilan tindakan penyiksaan dan kekerasan fisik terhadap narapidana (napi) kasus narkoba. Mulai dari pemukulan menggunakan tangan kosong hingga menggunakan alat bantu seperti selang, alat kelamin sapi, dan kayu.
"Pencambukan menggunakan alat pecut dan penggaris, ditendang, dan diinjak-injak dengan menggunakan sepatu PDL," kata Wahyu Pratama.
Mereka juga mencatat delapan tindakan perlakuan buruk serta merendahkan martabat, mulai dari memakan muntahan makanan, meminum air seni, dan mencuci muka menggunakan air seni, dan pencukuran atau penggundulan rambut dalam posisi telanjang.
Tindakan itu, menurut dia, setidaknya terjadi di 16 titik tempat lokasi, antara lain Branggang (tempat pemeriksaan pertama saat WBP baru masuk lapas), blok isolasi pada kegiatan masa pengenalan lingkungan (mapenaling), lapangan, setiap blok-blok tahanan, aula bimbingan kerja (bimker), kolam ikan lele, serta ruang P2U dan lorong-lorong blok.
"Waktu terjadinya penyiksaan, pada saat tahanan baru masuk dalam lapas dalam kurun waktu 1—2 hari, pada masa pengenalan lingkungan, dan saat WBP melakukan pelanggaran," kata dia.
Komnas HAM pun merekomendasikan agar Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly melakukan pemeriksaan terhadap siapa pun yang melakukan atau mengetahui tindakan penyiksaan namun tidak mengambil langkah untuk mencegah. Sejumlah pihak yang direkomendasikan untuk diperiksa, antara lain sipir lapas, penjaga pintu utama, eks kalapas, maupun eks kepala KPLP periode 2020, serta pihak terkait lainnya.
"Jika ditemukan adanya pelanggaran hukum, ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," kata Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Endang Sri Melani.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham DI Yogyakarta Gusti Ayu Putu Suwardani mengapresiasi kinerja Komnas HAM serta berkomitmen mencermati hasil investigasi dan rekomendasi dari lembaga itu.
"Permohonan maaf atas kelalaian yang diduga telah dilakukan oleh beberapa oknum petugas terhadap beberapa tahanan Lapas Narkotika Yogyakarta," kata Ayu.
Ayu menambahkan, mereka telah melakukan langkah terhadap para sipir yang diduga terlibat sebelum Komnas HAM melakukan investigasi.
"Memindahkan lima oknum petugas yang disinyalir melakukan kekerasan ke Kantor Wilayah, menetapkan pejabat sementara dan merotasi beberapa petugas untuk menetralisasi situasi dan kondisi," katanya.