TEMPO.CO, Jakarta - Usulan penundaan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 yang disampaikan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menuai polemik. Pakar politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menduga usulan penundaan Pemilu bakal diikuti oleh partai koalisi pemerintah lainnya.
“Bisa juga Ketum-ketum (ketua umum) partai akan ditekan untuk bersuara yang sama seperti Cak Imin,” kata Ujang kepada Tempo, Kamis, 24 Januari 2022. Belakangan usulan Cak Imin mendapat dukungan dari ketua umum partai lainnya. Ketua Partai Amanat Nasional, Zulkifli Hasan dan Golkar, Airlangga Hartarto, yang juga Menteri Koordinator Perekonomian pun mengusulkan penundaan Pemilu 2024.
Mengapa penundaan Pemilu 2024 menuai polemik?
- Hanya merujuk media sosial
Menurut Cak Imin, dari 100 juta subjek akun di media sosial, sebanyak 60 persen mendukung penundaan pemilu. Sisanya menolak. “Big data mulai jadi referensi kebijakan dalam mengambil keputusan,” katanya melalui keterangan tertulis, Ahad, 27 Februari 2022. Cak Imin menambahkan, pengambilan sikap bergeser dari sebelumnya merujuk survei beralih big data.
Menurut Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Arsul Sani, wacana penundaan Pemilu 2024 harus ditanyakan kepada rakyat. Tidak cukup berdasarkan representasi hasil survei atau melihat data dukungan di media sosial. “Kalau hanya melihat dari situ, nanti bisa mudah diskenariokan. Apalagi banyak pelaku survei abal-abal, buzzer dan penggunaan booth untuk booster isu di medsos,” kata Arsul, kepada Tempo, Senin, 28 Februari 2022.
- Ada kesan penyalahgunaan kekuasaan
Jika hanya mengandalkan kekuasaan formal MPR untuk mengubah UUD 1945, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Arsul Sani menjelaskan, syarat dalam Pasal 37 bisa dipenuhi. Berdasarkan Pasal 37 UUD 1945, usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan sekurang-kurangnya sepertiga dari jumlah anggota MPR.
Pasal yang sama mengatur untuk mengubah pasal-pasal UUD 1945, sidang MPR dihadiri sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota. Putusan mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50 persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.
Dari 575 anggota DPR, lebih dari 400 di antaranya berasal dari koalisi pemerintah. Angka ini sudah lebih dari 50 persen plus satu. Tapi, jika amendemen dilakukan atas kekuasaan formal MPR saja, kata Arsul, kesan abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) MPR tidak akan bisa dihindari.
- Masih usulan, MPR belum terima permintaan amendemen
Wakil Ketua MPR, Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan bakal mengajukan usulan penundaan Pemilu 2024 kepada para ketua umum partai. Tapi, Wakil Ketua MPR lainnya, Hidayat Nur Wahid, mengklaim belum ada satu pun usulan resmi masuk ke MPR berkaitan amandemen UUD 1945 untuk menunda Pemilu 2024. Jika ingin ada pembahasan pengubahan konstitusi, menurut Hidayat, pihaknya harus menerima usulan formal terlebih dahulu.
“Belum ada usulan dari Zulhas di MPR, ya,” kata Hidayat kepada Tempo, Rabu, 2 Maret 2022.
- Penundaan pemilu belum memenuhi syarat
Menurut Hidayat, merujuk UUD 1945 Pasal 37, diperlukan 1 dari 3 atau 237 anggota MPR sebagai syarat mengajukan usulan formal untuk amendemen. Saat ini baru tiga partai yang setuju dengan usulan itu. “Golkar ada 85 kursi, PKB 58, PAN 44, jumlahnya 187 kursi. Padahal yang diperlukan 237, masih kurang 50,” kata Hidayat. Jumlah itu belum memenuhi syarat utama pengusulan perubahan UUD 1945.
- Ditolak banyak pihak
Usulan penundaan Pemilu 2024 menuai penolakan. Koalisi masyarakat sipil beramai-ramai menolak penundaan Pemilu 2024. Pemilu yang ditunda tanpa alasan kuat mengancam masa depan demokrasi.
Perwakilan dari Indonesia Corruption Watch Egi Primayogha meminta Presiden Joko Widodo menolak usulan penundaan Pemilu 2024. “Meminta Presiden Joko Widodo untuk secara tegas menolak wacana penundaan pemilu,” katanya melalui keterangan tertulis, Rabu, 2 Maret 2022.
Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, mengatakan organisasinya bersama kelompok masyarakat sipil tengah membahas kemungkinan mengajukan upaya formal dan nonformal untuk menolak penundaan Pemilu 2024. "Kami masih berkoordinasi tahap awal karena isu ini bergulir secara mendadak dan cepat," kata Julius saat dihubungi Tempo.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca: Soal Penundaan Pemilu 2024, Sekjen PDIP Ungkap Soal Orang di Sekitar Jokowi
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Catatan koreksi:
Berita ini telah mengalami perubahan pada Sabtu 5 Maret 2022 pukul 11.41 karena kesalahan penulisan jabatan Julius Ibrani