TEMPO.CO, Jakarta - Warga Desa Wadas yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa) menyampaikan hasil pengaduan yang telah mereka lakukan terhadap sejumlah instansi negara pada 23-25 Februari 2022.
Warga Wadas mengunjungi beberapa instansi untuk mengajukan keberatan, audiensi, juga pelaporan terhadap rencana pertambangan batuan andesit di Desa Wadas yang akan digunakan untuk pembangunan Bendungan Bener. Selain itu, juga tentang kekerasan Aparat Kepolisian di Desa Wadas pada 8-10 Februari 2022.
Kedatangan warga ke berbagai instansi ini bersama-sama dengan LBH Yogyakarta, LBH Semarang, LBH Sikap, PBH Peradi Wates, LBH Bhijak Ikadin, Walhi Yogyakarta, YLBHI, Walhi, Solidaritas Perempuan, Greenpeace, Trend Asia, LBH Ansor, serta jaringan masyarakat lainnya.
Pada Rabu, 23 Februari 2022, perwakilan warga mendatangi Kompolnas untuk melakukan pengaduan. Pada Kamis, 24 Februari 2022, warga mendatangi Kantor Staf Presiden (KSP), Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ombudsman, Kompolnas, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Kementerian ESDM RI.
Selanjutnya, pada Jumat, 25 Februari 2022, warga melakukan pelaporan ke Divisi Propam Polri, Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Mabes Polri, dan Kapolri, serta melakukan aksi damai di depan Mabes Polri, Jakarta.
Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta Julian Duwi Prasetya mengatakan pelaporan ke Kompolnas atau Komisi Kepolisian Nasional belum mendapatkan solusi.
"Pihak Kompolnas hanya menjanjikan adanya serangkaian investigasi berkelanjutan atas apa yang terjadi di Wadas agar dapat kronologis yang utuh untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja kepolisian," kata dia dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 25 Februari 2022.
Sementara itu, di Kantor Staf Presiden (KSP), Kedeputian IV KSP telah mendengarkan apa saja tindak kekerasan dan intimidasi yang dialami warga pada 8 Februari 2022, dan mengapa warga bertahan tidak menginginkan adanya pertambangan batuan andesit di desanya.
Pengaduan ke KLHK ditemui oleh Sub Direktorat Penanganan Pengaduan di Direktorat Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi. Di sana mereka menyampaikan bahwa berdasar hasil penilaian Amdal oleh sejumlah ahli dan akademisi ditemukan bahwa Amdal untuk aktivitas di Wadas tidak valid dan meminta KLHK mulai meninjau ulang Amdal yang telah diterbitkan.
Di Kementerian ESDM, mereka menyerahkan surat keberatan dan protes atas tindakan Kementerian ESDM yang menerbitkan surat bernomor T-178/MB.04/DJB.M/2021 tertanggal 28 Juli 2021 atas nama Dirjen Minerba, Ridwan Djamaluddin. Dalam surat itu, Ridwan disebut menyetujui kegiatan pengambilan material quarry berupa batuan andesit untuk pembangunan proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Bener dan tidak memerlukan izin pertambangan.
Sementara itu, pertemuan dengan Komnas HAM menyatakan bahwa Komnas akan berkoordinasi dengan KPAI dan Komnas Perempuan untuk proses trauma healing warga Wadas. LPSK menyampaikan bahwa akan melakukan investigasi lebih lanjut terhadap laporan warga terkait pengepungan oleh polisi.
Adapun hasil pertemuan dengan KPAI, disebutkan mereka merespons dengan pernyataan bahwa akan melakukan proses pengawasan terhadap pelaksanaan dan pemenuhan hak anak termasuk upaya pemulihan trauma. KPAI juga akan melakukan serangkaian upaya atas tindakan terhadap proses penangkapan, pemeriksaan dan penahanan anak di bawah umur yang dilakukan oleh Polres Purworejo.
Sementara Ombudsman lebih berfokus pada fakta adanya kelompok warga yang pro terhadap proyek pertambangan, tanpa melihat secara menyeluruh bahwa penambangan andesit di desa Wadas merupakan satu kesatuan dalam proses pembangunan Bendungan Bener yang menjadi PSN yang telah dimulai pada 2017.
Pada hari terakhir, laporan dan pengaduan warga ke Divisi Propam Mabes Polri sudah diterima oleh Propam. Warga Wadas sudah menerima surat penerimaan surat pengaduan dengan nomor SPSP2/1266/II/2022/Bagyanduan, sedangkan laporan ke Irwasum dan Kapolri sedang berjalan.
ARRIJAL RACHMAN