TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusa (Komnas HAM) Choirul Anam melaporkan 13 temuan faktual hasil pemantauan dan penyelidikan yang dilakukan pihaknya dalam insiden di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah. Seperti diketahui, tim Komnas HAM telah turun ke lapangan melakukan pencarian fakta pada 11-14 Februari 2022.
Temuan pertama, Anam menjelaskan pada 8 Februari, telah dilakukan pengukuran tanah oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak. Pengukuran itu dibantu oleh Aparat Kepolisian Gabungan Polda Jawa Tengah, yang selanjutnya disebut Tim Pengukuran Lahan.
“Pengukuran dimaksud dilakukan pada bidang lahan yang telah disetujui oleh pemiliknya untuk dijadikan lokasi penambangan quarry batuan andesit guna pembangunan Bendungan Bener,” ujar Anam dalam konferesi pers virtual, Kamis, 24 Februari 2022.
Kedua, pengukuran dimaksud untuk mendapatkan bantuan pengamanan dari pihak kepolisian. Sebab, berdasarkan pengalaman pada 14-15 Juli 2021, pengukuran mengalami hambatan dari pihak yang menolak penambangan. Ketiga, saat Tim Pengukuran Lahan menuju lokasi, disaat yang sama sejumlah warga yang menolak penambangan tengah menggelar mujahadah di lingkungan Masjid Nurul Huda Dusun Krajan, Desa Wadas.
Dengan mempertimbangan eskalasi potensi kerawanan, kata Anam, pihak Kepolisian berupaya memisahkan warga yang mendukung dan menolak penambangan quarry di Desa Wadas. “Tujuannya untuk mencegah terjadinya bentrokan, dengan cara membuat pagar betis di depan Masjid Nurul Huda,” tutur Anam.
Temuan keempat, dari sejumlah keterangan saksi dan video yang diperoleh, Komnas HAM menemukan adanya tindakan kekerasan pada saat penangkapan oleh aparat kepolisian pada 8 Februari terhadap warga Wadas yang menolak quarry. Akibatnya, sejumlah warga mengalami luka pada bagian kening, lutut dan betis kaki, dan sakit pada beberapa bagian tubuh lainnya, tapi tidak ada korban yang dirawat di rumah sakit.
Kelima, dari identifikasi pelaku, tindakan kekerasan itu mayoritas dilakukan oleh petugas berbaju sipil/ preman pada saat proses penangkapan. “Berdasarkan temuan Komnas HAM terdapat 67 orang warga yang ditangkap dan dibawa ke Polres Purworejo pada 8 Februari, dan baru dikembalikan ke rumah pada 9 Februari,” kata Anam.
Keenam, Komnas HAM menemukan beberapa warga mengalami ketakutan pasca-peristiwa 8 Februari tersebut, hingga sampai 4-5 hari setelah peristiwa itu mereka tidak berani pulang ke rumah. Selain itu, ditemukan juga potensial traumatik, khususnya bagi perempuan dan anak.
Komnas HAM juga mendapatkan fakta terdapat penyitaan sejumlah barang milik warga, diantaranya sepeda motor dan handphone, sebagai temuan yang ketujuh. Dan pada 21 Februari barang milik warga seperti dua unit sepeda motor telah dikembalikan kepada pemiliknya. “Sementara empat unit handphone sampai saat ini masih dalam proses pencarian dan pengembalian kepada pemiliknya oleh Polres Purworejo.”
Kedelapan, Komnas HAM tidak menemukan tembakan senjata api dan atau informasi lainnya terkait penggunaan senjata. Berdasarkan keterangan Polda Jawa Tengah, jumlah aparat yang diturunkan berjumlah kurang lebih dari 250 orang personel yang terdiri dari 200 orang personel berseragam dan 50 orang personil berpakaian sipil/ preman. Sementara berdasarkan keterangan dari pendamping jumlah aparat yang diturunkan ribuan personel.
Temuan kesembilan dan kesepuluh, adanya keterbatasan akses informasi karena lemahnya sinyal/ jaringan komunikasi. Komnas memperoleh komitmen dari Kapolda Jawa Tengah dan jajarannya untuk melakukan evaluasi, pemeriksaan, dan pemberian sanksi kepada anggota yang telah melakukan kekerasan dan pelanggaran terhadap SOP.
Kesebelas, dalam hal relasi sosial kehidupan masyarakat Wadas, terdapat kelompok yang mendukung dan menolak yang saat ini kondisinya renggang. “Tidak terlibat dalam acara bersama, seperti keagamaan dan sosial, untuk perempuan dan anak-anak mengalami perundungan. Bahkan beberapa diantaranya berproses hukum di Polres Purworejo,” ujar Anam.
Temuan kedua belas, tidak hanya warga yang menolak quarry yang khawatir soal dampak yang ditimbulkan dari adanya penambangan quarry, Warga Wadas yang mendukung quarry juga mengalami situasi ketidakpastian. “Karena tidak ada kejelasan waktu kapan selesainya pengukuran dan penerimaan pembayaran ganti untung atas tanah mereka,” kata dia.
Dan temuan ketiga belas, warga Wadas baik yang menolak maupun mendukung penambangan quarry meminta Komnas HAM berperan untuk mengupayakan dialog dengan pembuat kebijakan. “Dan bertindak adil dalam mencari solusi bersama termasuk berimbang dalam mengeluarkan pernyataan (statement) ke publik,” tutur Anam.