Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

RUU TPKS Atur Penegak Hukum Wajib Terima Laporan Kekerasan Seksual

image-gnews
Massa yang tergabung dalam Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual membawa bunga dan poster saat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Rabu, 22 Desember 2021. Dalam aksi yang diikuti sebagian besar peserta perempuan itu, mereka mendesak DPR RI mengesahkan rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasa Seksual (RUU TPKS) sebagai RUU Inisiatif DPR RI pada sidang paripurna DPR pembukaan masa sidang 13 Januari 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis
Massa yang tergabung dalam Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual membawa bunga dan poster saat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Rabu, 22 Desember 2021. Dalam aksi yang diikuti sebagian besar peserta perempuan itu, mereka mendesak DPR RI mengesahkan rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasa Seksual (RUU TPKS) sebagai RUU Inisiatif DPR RI pada sidang paripurna DPR pembukaan masa sidang 13 Januari 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah telah merampungkan Daftar Inventarisasi Masalah draf Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ketua Gugus Tugas RUU TPKS dari pemerintah, Edward Omar Sharif Hiariej, mengatakan jika sudah ada UU TPKS maka seluruh laporan mengenai tindak pidana kekerasan seksual harus diproses oleh penegak hukum.

“Di RUU ini penyidik wajib menerima laporan, nggak boleh menolak perkara. Kalau nantinya dalam proses itu kurang cukup bukti dan lain-lain, itu cerita yang berbeda,” kata Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia di kantornya, Selasa, 22 Februari 2022.

Selama ini, kasus kekerasan seksual yang bisa sampai ke pengadilan tak sampai 300 perkara. Sementara itu, data Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan KPAI menyebutkan ada 6.000 kasus kekerasan seksual yang mereka tangani. “Ada sesuatu yang salah dengan hukum acara kita sehingga tidak bisa diproses,” ujarnya.

Dia memastikan RUU TPKS ini detail dan komprehensif. Mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu menyebutkan satu saksi dan alat bukti lainnya sudah cukup untuk suatu kasus kekerasan seksual diproses.

“Satu keterangan korban dan alat bukti lainnya sudah cukup. Korban pemerkosaan biasanya tidak ada saksi lain. Nanti ada visum,” kata pria yang biasa disapa Eddy.

Nantinya, hasil visum yang merupakan barang bukti itu bisa masuk jadi alat bukti. Selama ini dalam KUHP, alat bukti dan barang bukti memiliki ketentuan yang berbeda. “Di dalam RUU ini, alat bukti ini barang bukti,” ucap Eddy.

Dalam RUU TPKS, kata Eddy, kasus kekerasan seksual tidak boleh diselesaikan melalui jalur keadilan restoratif (restorative justice). Pemerintah tidak ingin pelaku yang memiliki uang atau kuasa bisa lepas dari jeratan hukum hanya karena ‘berdamai’ dengan korbannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemerintah juga menambahkan pasal restitusi wajib bagi pelaku. Jika seseorang ditetapkan sebagai tersangka kekerasan seksual, polisi bisa menyita harta-harta tersangka untuk dijadikan jaminan restitusi bagi korban. “RUU ini memberikan perlindungan yang extraordinary,” tutur Eddy.

Ihwal pelaku tak punya cukup harta, maka akan diperhitungkan hukuman subsider, berupa pidana kerja atau pidana kurungan tambahan. Sementara itu, korban akan tetap direhabilitasi. “Negara harus merehabilitasi dengan kompensasi,” ujarnya.

Pemerintah dan DPR tengah mengebut pengesahan RUU TPKS. Draf beleid yang dulunya bernama RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini telah melewati proses sulit dan panjang sejak 2016. Saat paripurna 18 Januari lalu, DPR akhirnya menyatakan RUU ini sebagai inisiatif mereka. Dalam draf RUU yang disiapkan DPR, memuat 12 bab dan 73 pasal. Terdapat lima jenis tindak pidana kekerasan seksual.

Adapun pemerintah menambahkan beberapa pasal seperti perkawinan paksa dan perbudakan seksual. Dalam DIM pemerintah, draf RUU ini terangkum dalam 12 bab dan 81 pasal. Klausul mengenai kekerasan seksual di ranah digital juga diatur dalam RUU TPKS.

Baca: ICJR Pesimistis Negara Bayar Restitusi ke Korban Herry Wirawan 

LINDA TRIANITA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

SETARA Institute Minta Polda Metro Jaya Terapkan Restorative Justice atas Laporan Penistaan Agama oleh Gilbert Lumoindong:

1 hari lalu

Gilbert Lumoindong. Instagram
SETARA Institute Minta Polda Metro Jaya Terapkan Restorative Justice atas Laporan Penistaan Agama oleh Gilbert Lumoindong:

Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan menyebut seharusnya polisi mengabaikan dan tidak menindaklanjuti laporan terhadap Gilbert Lumoindong


Ketua KPU Hasyim Asy'ari Dilaporkan untuk Dugaan Asusila, Apa yang Masuk Kategori Pelecahan Seksual?

3 hari lalu

Kuasa hukum seorang perempuan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), melaporkan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Kamis, 18 April 2024. Hasyim dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu karena melakukan perbuatan asusila. Tempo/Yohanes Maharso
Ketua KPU Hasyim Asy'ari Dilaporkan untuk Dugaan Asusila, Apa yang Masuk Kategori Pelecahan Seksual?

Ketua KPU Hasyim Asy'ari telah dilaporkan ke DKPP atas dugaan asusila terhadap seorang perempuan anggota PPLN. Ini aturan pidana pelecehan seksual.


Bertemu Panglima TNI, Ketua Komnas HAM Sebut Tak Khusus Bahas Soal Papua

5 hari lalu

Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait persoalan HAM selama Pemilu 2024 di Jakarta, Rabu, 21 Februari 2024. Sejumlah pelanggaran HAM yang ditemukan di antaranya, hak pilih kelompok marginal dan rentan, netralitas aparatur negara, hak kesehatan, dan hak hidup petugas pemilu. ANTARA/Aditya Pradana Putra
Bertemu Panglima TNI, Ketua Komnas HAM Sebut Tak Khusus Bahas Soal Papua

Pertemuan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Komnas HAM tidak secara khusus membahas konflik di Papua dan upaya penyelesaiannya.


Kiai Abal-Abal Pemerkosa Santri di Semarang Divonis 15 Tahun Bui, Mantan Jamaah Harap Laporan Penggelapan Uang Segera Diusut

6 hari lalu

Muh Anwar alias Bayu Aji Anwari. Facebook
Kiai Abal-Abal Pemerkosa Santri di Semarang Divonis 15 Tahun Bui, Mantan Jamaah Harap Laporan Penggelapan Uang Segera Diusut

Muh Anwar, kiai abal-abal Yayasan Islam Nuril Anwar serta Pesantren Hidayatul Hikmah Almurtadho divonis penjara 15 tahun kasus pemerkosaan santri.


8 Tersangka Kasus Rempang Dibebaskan Usai Dapat Restorative Justice, Ini Harapan Tim Solidaritas Kepada Polisi

6 hari lalu

Manggara Sijabat (tengah) menyampaikan pernyataan usai mengikuti sidang aksi bela Rempang di Pengadilan Negeri Batam. TEMPO/Yogi Eka Sahputra
8 Tersangka Kasus Rempang Dibebaskan Usai Dapat Restorative Justice, Ini Harapan Tim Solidaritas Kepada Polisi

Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang mengeluarkan pernyataan usai 8 tersangka kasus bentrok dengan aparat saat demo Bela Rempang dibebaskan


Kecelakaan Maut Terjadi di KM 58 Tol Jakarta-Cikampek, Pernah Terjadi Pula Tragedi Unlawful Killing di KM 50

8 hari lalu

Polisi mengevakuasi jenazah korban kecelakaan di Tol Jakarta-CIkampek KM 58, Karawang Timur, Jawa Barat, Senin, 8 April 2024. Kecelakaan yang  melibatkan tiga kendaraan yaitu Bus Primajasa, Grand Max dan Daihatsu Terios tersebut mengakibatkan 12 orang tewas. ANTARA/Awaludin
Kecelakaan Maut Terjadi di KM 58 Tol Jakarta-Cikampek, Pernah Terjadi Pula Tragedi Unlawful Killing di KM 50

Tol Cikampek Kilometer atau KM 50-an kembali menjadi lokasi tragedi. Sebuah kecelakaan maut terjadi di KM 58 Tol Jakarta-Cikampek pada arus mudik lalu


Bercanda Soal Kekerasan Seksual, Ivan Gunawan Akui Salah dan Minta Maaf

10 hari lalu

Ivan Gunawan. Foto: Instagram/@ivan_gunawan
Bercanda Soal Kekerasan Seksual, Ivan Gunawan Akui Salah dan Minta Maaf

Ivan Gunawan mengunggah video pada Ahad petang ini untuk meminta maaf atas candaan kekerasan seksual yang dilontarkannya.


Komnas HAM Catat Ada 12 Peristiwa Kekerasan di Papua pada Maret-April 2024

10 hari lalu

Front Mahasiswa Anti Kekerasan Papua menggelar Aksi didepan gedung Komnas HAM RI, di Jakrta, Jumat 3 Maret 2023. Aksi ini sebagai bentuk Solidaritas rakyat Papua Wamena terhadap Pelanggaran HAM yang di perbuat oleh TNI/POLRI dan menuntut usut penembakan di Wamena yang mengakibatkan 9 orang meninggal. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Komnas HAM Catat Ada 12 Peristiwa Kekerasan di Papua pada Maret-April 2024

Komnas HAM mendesak pengusutan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di Papua secara transparan oleh aparat penegak hukum


Begini Kata Komnas HAM Soal OPM dan Kekerasan di Papua

11 hari lalu

Kondisi terkini pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens, yang disandera Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Foto: TPNPB-OPM
Begini Kata Komnas HAM Soal OPM dan Kekerasan di Papua

Apa kata Komnas HAM soal OPM?


Panen Hujatan Usai Buat Candaan Kekerasan Seksual, Ivan Gunawan: Tarik Napas Dalam-dalam

11 hari lalu

Ivan Gunawan. Foto: Instagram/@ivan_gunawan
Panen Hujatan Usai Buat Candaan Kekerasan Seksual, Ivan Gunawan: Tarik Napas Dalam-dalam

Ivan Gunawan menuai hujatan tajam usai membuat lelucon tentang kekerasan seksual yang melibatkan Saipul Jamil.