TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah meminta keterangan polisi dalam kasus tewasnya seorang demonstran yang tertembak di Desa Katulistiwa, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, pada Ahad dini hari, 13 Februari 2022. Saat itu, pengunjuk rasa sedang menyuarakan penolakan terhadap aktivitas pertambangan PT Trio Kencana di Kecamatan Kasimbar dan Tinombo Selatan.
Ketua Komnas HAM perwakilan Sulawesi Tengah Dedy Askari mengatakan, telah melakukan klarifikasi dan pertemuan langsung dengan sejumlah pejabat utama di Polres Parigi Moutong. Pertemuan ini salah satunya dengan Kabag Ops Polres Parigi Moutong, Ajun Komisaris Junus Achpa.
Dedy menceritakan, saat pertemuan itu, Junus menyatakan bingung dengan adanya korban yang tewas terkena peluru tajam. Saat itu, kata dia, anggota kepolisian tengah diseruduk pengunjuk rasa yang mulai anarkistis.
Para pengunjuk rasa, kata Junus berdasarkan keterangan Dedy, melakukan pelemparan ke arah aparat dan membawa senjata tajam saat unjuk rasa. Polisi kemudian menangkap demonstran di gilingan padi yang dekat dengan lokasi unjuk rasa di Desa Katulistiwa.
Saat tengah sibuk melakukan pengamanan, Junus mengisahkan, baru mendapat laporan adanya korban jiwa karena tertembak peluru tajam. Setelah itu dia meminta anggotanya untuk melakukan pengecekan ke puskesmas desa.
"Pihak Puskesmas tidak mengenal sosok yang membawa dengan motor korban ke Puskesmas, hanya mengantar, menurunkan, dan menyampaikan korban terkena tembakan dari lokasi demo," kata Dedy menceritakan pernyataan Junus saat dihubungi, Senin, 14 Februari 2022.
Karena itu, Dedy mengatakan, Junus meyakini bahwa korban tembak tersebut bukan berasal dari tempat unjuk rasa. Bahkan, Junus menduga korban berasal dari peristiwa lain di tempat berbeda dan bukan disebabkan tindakan polisi.
"Korban dari peristiwa lain di tempat yang berbeda selanjutnya di-follow up seakan-akan korban penembakan dari lokasi demo. Saya (Junus) berani memastikan dan meyakinkan itu korban bukan dari pihak kami (Polisi)," kata Dedy menirukan pernyataan Junus.
Menurut Junus kepada Dedy, hasil visum korban yang bernama Erfaldi (21 tahun) di Puskesmas memiliki luka bekas tembak dari arah belakang dan menembus ke dadanya. Sedangkan polisi saat itu disebutnya berada pada baris paling depan.
Selain itu, dia melanjutkan, Junus juga mengatakan bahwa saat Apel Pengerahan Pasukan oleh Kapolres, telah diperintahkan supaya para anggota yang bertugas tidak membawa dan menggunakan peluru tajam. Bahkan Kapolres, katanya meminta supaya menggunakan pendekatan humanis.
"Pimpinan (Kapolres) dalam Apel Pengarahan Pasukan (APP) tegas menyampaikan kedepankan sikap humanis dan langkah persuasif dan jangan pernah bawah dan gunakan Peluru tajam," ujar Dedy.
Karena isu ini masih simpang siur, Komnas HAM meminta seluruh elemen masyarakat menahan diri. Dedy memastikan Komnas HAM akan terlibat aktif berupaya segera mengungkap siapa pelaku penembakan serta membantu melepas 45 warga yang ditangkap pihak Polres.
"Dengan satu catatan penting, semua pihak utamanya pihak keluarga dan simpul-simpul massa aksi dari desa-desa yang ada di Kecamatan Kasimbar dan Tinombo Selatan mau menahan diri dan mengambil langkah cooling down," katanya.
Baca: Tim Mabes Polri Akan Bantu Usut Kasus Dugaan Penembakan di Parigi Moutong
Catatan:
Judul artikel ini telah diubah pada Senin, 1 Maret 2021 pukul 07.20. Sebelumnya artikel ini berjudul "Polisi Yakin Korban Tertembak di Parigi Bukan karena Anggotanya, Ini Sebabnya".