TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menjelaskan wacana Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin tentang penyelesaian kasus korupsi dengan kerugian di bawah Rp 50 juta.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan pernyataan Jaksa Agung itu merespons aspirasi yang disampaikan oleh anggota DPR Komisi III agar hukum di Indonesia tidak tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Usulan itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Kamis, 27 Januari 2022.
Menurut Leonard, Jaksa Agung meminta agar perkara seperti dana desa yang kerugiannya tidak besar untuk diselesaikan secara administratif. “Dengan cara mengembalikan kerugian tersebut dan terhadap pelaku dilakukan pembinaan melalui inspektorat untuk tidak mengulangi perbuatannya,” ujar Leonard, Jumat, 28 Januari 2022.
Ia menilai perkara korupsi dengan nilai kerugian keuangan negara Rp1 juta saat ini sedang dalam penyidikan oleh Polresta Pontianak. Kasus itu terkait dengan pungutan liar (Pungli) yang melibatkan seorang wasit dengan nilai Rp2,2 juta. Saat ini perkara tersebut masih dalam tahap pra-penuntutan di Kejaksaan Negeri Pontianak.
Sedangkan untuk perkara Tipikor dengan kerugian keuangan negara, lanjut Leonard, Kejaksaan Agung telah memberikan imbauan kepada jajarannya untuk nilai kerugian keuangan negara di bawah Rp50 juta diselesaikan dengan cara pengembalian.
Langkah itu sebagai upaya pelaksanaan proses hukum secara cepat, sederhana dan biaya ringan. Di sisi lain, nilai kerugiannya relatif kecil.
Leonard mencontohkan seorang kepala desa yang tidak mempunyai kemampuan dan ikut pelatihan tentang pengelolaan keuangan harus mengelola dana desa senilai Rp1 miliar. Jika terjadi kesalahan administrasi yang membuat munculnya kerugian negara, hal tersebut dinilai melukai keadilan masyarakat.
"Oleh karena itu, Jaksa Agung RI menghimbau untuk dijadikan renungan bersama bahwa penegakan hukum tindak pidana korupsi pun harus mengutamakan nilai keadilan yang substantif selain kemanfaatan hukum dan kepastian hukum," kata Leonard
Leonard menambahkan upaya preventif denga memberikan pendampingan dan pembinaan terhadap kepala desa oleh Kejaksaan atau inspektorat Pemda amat penting dan prioritas. Selain itu, ada upaya menuntut pelaku agar mengembalikan kerugian negara selam proses hukum sedang berjalan.
Kejaksaan akan mengapresiasi jika pelaku telah mengembalikan kerugian sebelum proses penyidikan berjalan. "Untuk perkara yang model ini Jaksa Agung wacanakan dalam bentuk imbauan untuk ditangani dengan menggunakan instrumen lain selain instrumen undang-undang tindak pidana korupsi, tutur Leonard.
Ia menegaskan imbauan Jaksa Agung bukan untuk impunitas pelaku tindak pidana korupsi. Tujuannya ialah agar ada pemulihan dalam hal kerugian keuangan negara.
Baca: Dana Pemda Parkir di Bank Rp 113,38 T, Kemenkeu: Paling Besar Jawa Timur