TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengimbau agar pemerintah meninjau ulang pembelajaran tatap muka (PTM) di tengah lonjakan kasus Covid-19. “Saran saya kepada pemerintah tolong tinjau ulang kebijakan PTM, terutama anak-anak di bawah 12 tahun,” kata Ketua Pokja Infeksi PDPI Erlina Burhan dalam konferensi pers, Senin, 24 Januari 2022.
Erlina mengatakan sudah mulai banyak sekolah yang ditutup sementara karena ditemukan kasus Covid-19 di kalangan anak. Apalagi, anak usia 6-11 tahun belum banyak divaksin. “Maka mereka kelompok rentan. Kalau interaksi di luar rentan terinfeksi,” ujarnya.
Erlina juga meminta pemerintah dan masyarakat bersabar untuk tidak menyelenggarakan PTM pada jenjang PAUD dan SD sampai Omicron terkendali. “Kalau bisa di rumah saja atau daring,” katanya.
Kementerian Kesehatan sebelumnya melaporkan jumlah kasus varian Omicron per 23 Januari 2022 sudah mencapai 1.369 atau bertambah 208 orang dibandingkan hari sebelumnya yang mencapai 1.161 kasus. Peningkatan kasus ini turut mempengaruhi kurva penularan Covid-19 di Indonesia yang kembali merangkak naik.
Per 23 Januari 2022, jumlah kasus Covid-19 yang terkonfirmasi mencapai 2.925 pasien. Bahkan, sehari sebelumnya mencapai 3.205 orang terinfeksi dalam sehari. Sebelum Omicron terdeteksi masuk Indonesia pada Desember 2021, rata-rata penambahan kasus harian di Tanah Air berada di bawah angka 300 usai gelombang varian Delta melandai.
Kendati ada peningkatan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tetap mengizinkan sekolah menyelenggarakan PTM 100 persen pada awal tahun ini. Direktur Sekolah Dasar Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Sri Wahyuningsih mengatakan bahwa penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ) telah menimbulkan berbagai persoalan di bidang pendidikan. Salah satunya penurunan kualitas atau mutu capaian pembelajaran.
Kondisi penurunan tersebut juga disumbang oleh sekolah-sekolah di daerah dengan level PPKM aman, namun masih belum melaksanakan pembelajaran tatap muka. Hal tersebut, kata Sri, akan berpengaruh pada capaian kualitas pendidikan.
Selain itu, masalah-masalah psikologis yang dialami peserta didik selama hampir dua tahun belakangan. Persoalan itu seperti penurunan kualitas interaksi sosial, juga menjadi alasan lain bagi pemerintah untuk menyegerakan pelaksanaan PTM.
“Itulah kenapa PTM didorong untuk segera dilaksanakan. Untuk daerah yang level 3, PTM-nya ini tidak 100 persen, masih terbatas. Walaupun ada yang 100 persen masih ada sisi-sisi lain yang harus betul-betul dikawal oleh Dinas Pendidikan dan Satgas Covid-19 setempat,” ujarnya.
Baca: Kurangi Kecemasan saat Anak PTM dengan Cara Berikut
FRISKI RIANA