INFO NASIONAL- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid mengapresiasi Kajati Jabar, Asep N Mulyana, yang memberikan tuntutan maksimal berupa hukuman mati atau hukuman tambahan seperti kebiri kimia dan denda, terhadap terdakwa pemerkosa 12 santriwati, Herry Wirawan.
Menurut Hidayat , tuntutan hukuman terberat juga aspirasi masyarakat luas, sebagai bentuk pemberlakuan hukum yang tegas dan adil. Terlebih karena kebiadaban terdakwa, dalam waktu yang lama dan berulang, melakukan pelanggaran hukum Negara dan hukum Agama terhadap 12 santriwati yang masih di bawah umur.
“Hormat kepada Jaksa penuntut umum yang berani menuntut dengan tuntutan terberat. Selanjutnya, penting bagi majelis Hakim dengan mengabulkan tuntutan terberat itu,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Selasa 11 Januari 2022.
HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid mengatakan, tuntutan tersebut sesuai dengan dakwaan pertama jaksa, yakni Pasal 81 ayat (1), ayat (3) dan ayat (5) jo Pasal 76D UU Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). “Instrumen hukum yang ada sangat memadai untuk menjatuhkan hukuman maksimal. Ini harusnya dilaksanakan, sesuai dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,”katanya
Menurut HNW, negara telah membuat UU yang bagus, dengan ketentuan hukuman yang maksimal kepada pelaku kejahatan untuk memberi efek jera, dan melindungi korban dan kemanusiaan. "Akan lebih berarti bila dikabulkan oleh majelis Hakim melalui amar putusannya, dan agar menimbulkan efek jera, hendaknya vonis terberat itu segera dieksekusi," ujar Hidayat.
Anggota Komisi VIII DPR RI ini akan terus memantau kasus tersebut agar benar-benar memberikan keadilan kepada para korban. “Ini harus dikawal bersama, supaya hukuman terberat kepada terdakwa benar-benar dijatuhkan, dan segera dilaksanakan. Agar memberi efek jera kepada pelaku dan mencegah yang lain ikut-ikutan melakukannyai,” katanya.
Selain itu, HNW juga mengatakan pentingnya perlindungan dan bantuan terhadap para korban, termasuk kelanjutan pendidikannya. Selain itu, para korban juga perlu mendapat bantuan pemulihan kesehatan fisik dan mental, terutama dari pihak berwenang. “Ini harus dilakukan secara paralel, sebagai pemenuhan kewajiban Negara melindungi seluruh warganya,” ujarnya.(*)