TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Hotman Siahaan memperkirakan, pernyataan Ketua Umum PBNU Yahya Staquf bahwa organisasi kemasyarakatan itu tidak boleh jadi alat politik partai, termasuk Partai Kebangkitan Bangsa, bakal berpengaruh pada perolehan suara di pemilu.
Namun, menurut Hotman, pengaruh itu tidak terlalu signifikan. “Bahwa ada pengurangan suara pada PKB karena pernyataan Gus Yahya, mungkin iya, terutama di Jawa Timur. Tapi saya kira tidak terlalu banyaklah,” kata Hotman saat dihubungi, Senin, 3 Januari 2022.
Hotman memprediksi tak hanya PKB yang terdampak oleh pernyataan Yahya Staquf, namun juga partai politik lain yang sebagian pengikutnya dari kalangan nahdliyin. Misalnya PPP dan Golkar. “Kalau Gus Yahya tegas betul dengan pernyataanya, saya rasa sejumlah partai politik bakal terpengaruh. Walaupun yang terbanyak PKB,” tutur dosen Sosiologi Unair itu.
Hotman berujar sebenarnya semua warga nahdliyin sudah tahu bahwa pengurus PBNU tidak boleh terlibat dalam partai politik. Namun soal pilihan politik seseorang, tetap tidak dapat dihilangkan. “Realitas politik di Indonesia kan semua orang punya hak suara,” katanya.
Hotman tidak heran bila banyak partai tetap mencoba menarik-narik NU ke kancah politik praktis karena massa ormas tersebut memang luar biasa besar. Tapi dalam praktek di lapangan, sulit mengarahkan pilihan warga NU. Ia mencontohkan ketika Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri pada Pemilu 2004 dan ternyata kalah.
Tapi walaupun Yahya Staquf telah menarik garis tegas untuk tidak membawa PBNU sebagai alat politik, Hotman menilai ormas keagamaan itu tetap menjadi magnit untuk diperebutkan suaranya. Sehingga, mendekati 2024 tetap saja banyak politikus maupun calon presiden yang mendekati kiai-kiai berpengaruh. “Kalau di akar rumput kan kiai-kiai NU yang punya magnit, mereka punya otonomi sendiri,” ujar dia.
Baca Juga: Gelar Yahya Staquf Dipersoalkan, Pakar Unair: Kiprah Intelektual Lebih Penting