TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Legislasi dari Fraksi Partai Gerindra, Supratman Andi Agtas, menjelaskan kegagalan pengesahan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS)murni karena persoalan teknis. "Biasanya pimpinan AKD (alat kelengkapan dewan), termasuk pimpinan Badan Legislasi kalau mau mengusulkan (paripurna) itu harus mengirim surat ke Badan Musyawarah. Nah, itu dulu lupa saya lakukan," ucap Supratman, Jumat, 17 Desember 2021.
Supratman mengira surat permohonan pengesahan rancangan undang-undang dapat disusul ke Badan Musyawarah. Kenyataannya, Badan Musyawarah sudah menutup agenda paripurna pada tahun ini. "Jadi masalahnya di situ doang. Teknis banget," tutur Supratman menambahkan.
Pimpinan DPR batal mengesahkan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada tahun ini. Pembatalan rencana pengesahan tersebut lantaran Badan Legislatif terlambat menyerahkan draft rancangan undang-undang ke Badan Musyawarah. Imbasnya, pimpinan parlemen tidak bisa mengerahkan karena RUU TPKS tidak masuk dalam jadwal paripurna yang diselenggarakan hari ini.
Lebih lanjut, Supratman menyatakan Baleg sebelumnya telah menyepakati bakal mengesahkan RUU TPKS setelah draft rampung mereka bahas selama setahun ini. Baleg juga membentuk Panitia Kerja yang bertugas menyusun norma dan jeratan pidana kekerasan seksual. Semua partai politik di parlemen menyepakati draft usulan tersebut, kecual Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang masih mempersoalkan ihwal norma-norma dalam RUU TPKS.
Persoalan ini terjadi akibat Baleg merampungkan pembahasan di masa-masa akhir tahun. Meski demikian, Supratman berdalih tidak ada yang salah ihwal pembatalan pengesahan tersebut.
Menurut dia, pimpinan DPR, Badan Musyawarah, maupun Badan Legislasi tidak bersalah ihwal kejadian ini. "Ada kealfaan meminta slot waktu untuk paripurna," kata Supratman.
Supratman menyebut insiden kegagalan pengesahan RUU TPKS ini bakal ditebus parlemen pada pembukaan masa sidang 2022. Rencananya RUU TPKS bakal disahkan pada tahun depan tanpa perlu pembahasan. Mengingat draft akhir rancangan undang-undang tersebut sudah rampung dibuat.
Dia menyatakan sebetulnya semua fraksi di parlemen sudah mendukung rancangan undang-undang tersebut disahkan. Apalagi Supratman juga melihat fenomena banyaknya kasus pemerkosaan, kekerasan seksual, dan pidana yang menyangkut pelecehan seksual. Baginya, ketentuan pidana ihwal kejahatan seksual harus segera disahkan.
Koordinator Sekretariat Nasional Forum Pengada Layanan bagi Perempuan Korban Kekerasan, Venny Siregar, kecewa dengan kegagalan parlemen mengesahkan RUU TPKS. Padahal undang-undang ini sudah sangat mendesak dibutuhkan. "Sebenarnya kita sudah darurat kekerasan seksual sejak 2017 sampai kini. Sekarang kita terus mendengar ada korban pemerkosaan yang dibunuh bahkan bunuh diri," ucap dia.
Baca: Pimpinan Baleg akan Terus Dorong RUU TPKS Disahkan di Paripurna
AVIT HIDAYAT