TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memperketat jalur masuk di berbagai pintu masuk ke wilayah Indonesia baik udara, darat, maupun laut, seiring dengan dimulainya Presidensi G20 Indonesia, pada 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022 mendatang. Hal ini untuk mencegah masuknya Covid-19 jenis B.1.1.529 atau Omicron.
Koordinator Kekarantinaan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi, mengatakan hal ini dilakukan bersama dengan aparat keamanan dan imigrasi. Untuk jalur udara, petugas bersiaga di pintu masuk Bandara Internasional Soekarno Hatta di Jakarta; Bandara Ngurah Rai Bali; dan Bandara Sam Ratulangi di Manado.
Selain pintu masuk jalur udara, petugas juga bersiaga di pintu masuk pelabuhan. "Untuk pelabuhan kami hanya buka di Batam. Nah di pintu- pintu masuk ini, betul- betul akan kami jaga," kata Imran dalam keterangan tertulis, Senin, 13 Desember 2021.
Di pelabuhan-pelabuhan, Imran mengatakan terdapat kantor kesehatan pelabuhan (KKP) dengan sumber daya manusia (SDM), peralatan sistem informasi yang mendukung serta laboratorium yang mumpuni. Hal itu diharapkan dapat secara cepat mendeteksi jika ada varian-varian baru Covid-19 yang melewati pintu masuk dari para pelaku perjalanan internasional.
"Enggak main- main ini. Lab-nya juga harus standar, dan kalau positif, sample itu akan kami kirim ke Balitbang di Jakarta untuk mendeteksi apakah varian- varian baru itu sudah masuk atau belum," ujar Imran.
Meski begitu, Imran memastikan bahwa dari hasil sampel yang sudah diperiksa hingga saat ini belum ditemukan kasus dengan varian Omicron di Indonesia
"Tapi Alhamdulillah, sampai saat ini dari sampel-sampel yang masuk belum ada ditemukan varian Omicron ini," kata dia.
G20 atau Group of Twenty adalah sebuah forum utama kerja sama ekonomi internasional yang beranggotakan negara-negara dengan perekonomian besar di dunia yang terdiri atas 19 negara dan 1 lembaga Uni Eropa. Presidensi Indonesia dalam G20 dimulai sejak hari ini Rabu, 1 Desember 2021 lalu dan dibuka langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Forum yang dibentuk pada 1999 ini memiliki posisi strategis karena secara kolektif merupakan representasi dari 85 persen perekonomian dunia, 80 persen investasi global, 75 persen perdagangan internasional, dan 60 persen populasi dunia.