TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta agar rekrutmen pengasuh atau guru oleh yayasan harus mempertimbangkan aspek psikologi, kepribadian, dan sosial. Hal ini menindaklanjuti kasus pemerkosaan yang dilakukan seorang guru pesantren di Bandung.
“Guru seharusnya memiliki kompetensi spiritual, sosial, emosional, dan kepribadian yang baik. Termasuk asesmen potensi perilaku seks menyimpang guru seperti pedofilia,” ujar anggota Dewan Pakar P2G, Rakhmat Hidayat, dalam keterangannya, Jumat, 10 Desember 2021.
Rakhmat mengatakan, karakteristik kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan berbasis agama umumnya dilakukan oleh guru atau pengasuh. Mereka adalah orang dewasa dan berkedudukan sebagai pengajar resmi.
Menurut Rakhmat, Kementerian Agama sebaiknya membuat aturan dan pedoman perekrutan guru atau pengasuh satuan pendidikan keagamaan. Sebab, kekerasan seksual di satuan pendidikan berbasis agama tidak hanya di lembaga formal yang sudah terdaftar, tetapi juga lembaga pendidikan yang belum terdaftar di Kemenag.
Rakhmat memaparkan, satuan pendidikan pesantren di Indonesia mencapai 33.980 pesantren dan madrasah sebanyak 83.468. Namun hanya 5 persen madrasah milik pemerintah, statusnya negeri, sementara 95 persen swasta. Data ini belum termasuk pesantren atau madrasah yang belum terdaftar di Kemenag.
Rakhmat pun menyarankan Kemenag mengecek ulang lembaga pendidikan berbasis agama yang belum terdaftar. Ia mengatakan, pemerintah wajib melakukan pengawasan sistematis dan berkala terhadap pesantren atau lembaga pendidikan agama yang tidak terdaftar.
FRISKI RIANA
Baca: LPSK Bantu Rehabilitasi Korban Pemerkosaan Guru Pesantrean Agar Kembali Sekolah