TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta upaya pemberantasan korupsi tak selalu identik dengan penangkapan. Hal itu disampaikan Jokowi di acara puncak peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2021 yang diselenggarakan KPK pada Kamis, 9 Desember 2021.
"Pemberantasan korupsi tidak boleh terus-terusan identik dengan penangkapan. Pemberantasan korupsi harus mengobati akar masalah. Pencegahan merupakan langkah yang lebih fundamental," ujar Jokowi.
Jokowi meminta agar metode pemberantasan korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) harus disempurnakan.
"Diperlukan cara-cara baru yang lebih extra-ordinary, metode pemberantasan korupsi harus terus kita perbaiki dan terus kita sempurnakan," ujarnya.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, lembaganya telah menahan 1.291 tersangka kasus tindak pidana korupsi sejak lembaga antirasuah itu berdiri. KPK juga telah menyelamatkan pengembalian kerugian negara sebesar Rp2,6 triliun sepanjang 2021. "KPK juga menyelamatkan potensi kerugian negara Rp46,5 triliun," tuturnya.
Jokowi mengapresiasi berbagai capaian KPK dan lembaga penegak hukum lainnya. Pada periode Januari sampai November 2021, Polri telah melakukan penyidikan 1.032 perkara korupsi dan kejaksaan pada periode yang sama telah melakukan penyidikan sebanyak 1.486 perkara korupsi.
Beberapa kasus korupsi besar juga berhasil ditangani secara serius, seperti kasus Jiwasraya, Asbari, dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dalam kasus Jiwasraya misalnya, para terpidana telah dieksekusi penjara oleh kejaksaan dan dua di antaranya divonis penjara seumur hidup dan aset sitaan mencapai Rp18 triliun dirampas untuk negara. Dalam kasus Asabri, tujuh terdakwa dituntut mulai dari penjara 10 tahun sampai dengan hukuman mati serta uang pengganti kerugian negara mencapai belasan triliun rupiah.
Namun, Jokowi meminta aparat tak cepat puas. Sebab, menurut sebuah survei nasional pada November lalu, masyarakat menempatkan pemberantasan korupsi sebagai permasalahan kedua yang mendesak untuk diselesaikan. Indeks persepsi korupsi juga masih tertinggal jauh dari negara-negara tetangga.
“Dari 180 negara, Singapura ranking ketiga, Brunei Darussalam ranking 35, Malaysia ranking 57, dan Indonesia masih di ranking 102,” ujar Jokowi.
Karena itu, Jokowi menekankan penindakan jangan hanya menyasar peristiwa hukum yang membuat heboh di permukaan saja. Lebih jauh, dibutuhkan upaya-upaya yang lebih fundamental dan komprehensif agar manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat.