TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan membahas revisi Undang-undang atau UU Cipta Kerja tahun depan. Komitmen revisi ini ditetapkan dalam program legislasi nasional 2022 yang diketok Badan Legislasi DPR dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, kemarin.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya mengatakan revisi beleid ini akan mempertimbangkan seluruh putusan Mahkamah Konstitusi. DPR, kata dia, punya waktu dua tahun untuk membahas revisi. “Kami akan pastikan selama proses revisi tidak ada aturan turunan seperti perintah MK,” kata Willy, Selasa, 7 Desember 2021.
Revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan juga akan dibahas paralel bersamaan dengan pembahasan revisi UU Cipta Kerja. Beleid Nomor 12 direvisi demi mengakomodasi adanya omnibus law alias undang-undang campur sari dalam ketentuan peraturan di Indonesia. Sebelumnya MK, mempertanyakan omnibus law UU Cipta Kerja yang tak dikenal dalam aturan perundang-undangan di negeri ini.
Kemarin, Badan Legislasi mengetok 40 rancangan undang-undang yang masuk dalam program legislasi nasional prioritas 2022. UU Cipta Kerja masuk dalam daftar kumulatif terbuka yang artinya beleid yang diajukan berdasarkan kebutuhan seperti ratifikasi perjanjian internasional, atau karena putusan MK.
Selain itu, yang masuk dalam daftar revisi selain UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, revisi UU Penyiaran, revisi UU BUMN, rancangan UU Penghapusan Kekerasan Seksual, rancangan UU Larangan Minuman Beralkohol, dan rancangan UU Masyarakat Hukum Adat. Total ada 40 prolegnas belum termasuk lima RUU kumulatif terbuka. RUU Badan Pemeriksa Keuangan yang sebelumnya masuk dalam program 2021 hilang dari program tahun depan.
Putusan MK mengharuskan pemerintah merevisi UU Cipta Kerja. MK menyebut beleid yang baru berlaku setahun ini bermasalah karena proses pembahasannya tak transparan dan tak melibatkan publik. MK membatalkan seluruh UU ini dan meminta adanya aturan pengganti dalam dua tahun ke depan.