TEMPO.CO, Jakarta - Panglima TNI pertama dari Angkatan Udara (AU) adalah Marsekal Soerjadi Soerjadarma. Dilansir dari laman resmi TNI AU, ia lahir di Banyuwangi, Jawa Timur pada 6 Desember 1912.
Ternyata Soerjadarma, panggilannya, memiliki darah biru. Dari ayahnya ia memiliki garis keturunan ningrat dari Keraton Kanoman, Cirebon. Buyutnya adalah pangeran Jakaria alias Aryabrata dari Keraton Kanoman.
Pada usia enam tahun, ia mengenyam pendidikan di ELS (Eropese Lagere School), sekolah dasar khusus anak Eropa, Cina, atau Indonesia keturunan bangsawan. Tamat dari ELS pada 1926, Soerjadarma melanjutkan pendidikan ke HBS (Hogere Burgers School) di Bandung.
Tetapi, ia pindah ke Jakarta dan melanjutkan pendidikannya di sekolah setara HBS, yaitu KWS-III (Koning Willem School). Lulus dari KWS, Soerjadarma berusaha mengejar cita-citanya sejak kecil penerbang.
Untuk itu, ia harus menjadi perwira terlebih dahulu. Ia pun mendaftarkan diri ke akademi militer, KMA (Koninklijk Militaire Academic) yang saat itu hanya ada di Breda, Belanda.
Lulus dari sana pada 1934, Soerjadarma ditempatkan di Satuan Angkatan Darat Belanda di Nijmigen, Belanda. Sebulan kemudian, ia dipindahkan ke Batalyon I Infantri di Magelang sampai November 1936.
Berstatus perwira dengan pangkat Letnan Dua, Soerjadarma akhirnya mendaftarkan diri menjadi Calon Kadet Penerbang. Meski dua kali gagal dalam tes Sekolah Penerbang, ia pantang menyerah.
Akhirnya, Soerjadarma diterima pada tes ketiga di sekolah penerbang di Kalijati. Pendidikannya selesai pada Juli 1938, namun ia tak pernah diberikan brevet penerbang karena politik diskriminasi Belanda.
Saat itu, Belanda tak mengizinkan pribumi menjadi penerbang karena Militaire Luchtvaardient adalah kelompok elite Belanda saat itu. Teman sekamarnya di KMA Breda, Captain A.L. Cox yang telah menjadi instruktur penerbang di Kalijati, bahkan telah tiga kali mengajukan Soerjadarma untuk dicheckride.
Tetapi, pengajuannya selalu ditolak dan Soerjadarma hanya diberi kesempatan untuk mengikuti ujian sebagai navigator. Akhirnya, Soerjadarma mengikuti pendidikan di Sekolah Pengintai (Waarnemerschool).
Pada Januari 1941, ia menjadi instruktur di Sekolah Penerbangan dan Pengintai (Vlieg en Waarnemerschool) di Kalijati. Setahun kemudian ia ditempatkan pada Kesatuan Pembom sampai bala tentara Jepang mendarat di Indonesia pada 8 Maret 1942.
Sebagai perwira KNIL, Soerjadarma sebenarnya punya kesempatan untuk melarikan diri ke Australia, tetapi ia memilih untuk tetap tinggal di tanah air meski harus mengalami kesulitan. Berkat ajakan Komisaris Polisi Yusuf, Soerjadarma bisa menjadi Polisi Jepang.
Ia bekerja dengan baik, karirnya bahkan menanjak naik dari Kepala Seksi III/2, kemudian ia menjadi Kepala Administrasi Kantor Polisi Pusat di Bandung sampai 17 Agustus 1945. Sesudah proklamasi, ia bergabung bersama pejuang bangsa lainnya untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia.
Pada 5 Oktober 1945, pemerintah mengeluarkan dekrit pembentukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dengan Mayor Jenderal Urip Sumohardjo sebagai Kepala Staf Umum. Sejalan dengan pembentukan TKR, timbullah gagasan Urip untuk membentuk suatu kekuatan udara di Indonesia.
Ia pun memanggil Soerjadarma untuk mewujudkan gagasan ini. Soerjadarma pun menyatakan kesanggupannya meski tugasnya terbilang mustahil mengingat keterbatasan alutsista pesawat terbang dan sumber daya manusia, serta sumber anggaran yang belum jelas.
Ia juga mengajukan saran, angkatan udara yang dibentuk haruslah suatu angkatan udara yang mandiri seperti RAF (Royal Air Force) di Inggris. Akhirnya dibentuklah TKR Bagian Penerbangan.
Pada 24 Januari 1946 TKR bagian penerbangan berubah nama menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia) Jawatan Penerbangan. Soerjadarma kemudian diangkat menjadi Kepala Staf TRI AU dengan pangkat Komodor Udara yang setara dengan Mayor Jenderal di Angkatan Darat.
Pada 1 April 1954, pangkat Soerjadarma naik menjadi Laksamana Musa Udara. Pangkatnya terus naik menjadi Laksamana Madya Udara pada 1 Juli 1958 dan menjadi Laksamana Udara setahun kemudian.
Pada periode 1959-1961, Soerjadarma diangkat menjadi Panglima TNI yang dulu masih bernama Kepala Staf Angkatan Bersenjata.
Pada 13 Desember 1968, Soerjadarma diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun. Mantan Panglima TNI ini kemudian menghembuskan napas terakhirnya pada 16 Agustus 1975.
AMELIA RAHIMA SARI
Baca juga: Andika Perkasa Dilantik Jadi Panglima TNI, KSAL Yudo dan KSAU Fadjar Hadir