TEMPO.CO, Jakarta - Ada banyak saksi dan korban kasus kekerasan mendapat perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK. Perlindungan setiap warga negara pada dasarnya adalah hak setiap warga negara.
“Negara wajib untuk melindungi setiap orang yang ada di wilayahnya," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia yang menyampaikan hal ini dalam konferensi pers Senin lalu, 8 November 2021, sehubungan dengan teror yang dialami keluarga aktivis HAM Papua, Veronica Koman.
Untuk mendapatkan perlindungan, seorang saksi dan korban berhak mendapat permohonan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dari kekerasan dan ancaman.
Untuk mendapat perlindungan dari LSPK, kasus yang diprioritaskan di antaranya:
- Terorisme
- Pelanggaran HAM yang berat
- Korupsi
- Pencucian Uang
- Narkoba
- Perdagangan Orang
- Kekerasan Seksual Terhadap Anak
- Penyiksaan
- Penganiayaan berat
- Tindak pidana berat
Berdasarkan UU RI Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindugan Saksi dan Korban berikut beberapa persyaratan untuk mendapat mendapat perlindungan LPSK:
Persyaratan
- Yang dipertimbangkan untuk mendapat perlindungan, yaitu jika terdapat salah satu alat bukti yang sah dalam proses peradilan pidana adalah keterangan saksi dan/atau korban yang mendengar, melihat, atau mengalami sendiri terjadinya suatu tindak pidana. Sebagai upaya mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku.
- Pemohon pengajuan perlindungan baik saksi ataupun korban mendapat ancaman, fisik maupun piskis dari pihak tertentu.
- Penjelasan perlindungan bagi saksi atau korban penting keberadaannya dalam proses peradilan pidana.
Baca: Prosedur Pengajuan Perlindungan LPSK
WILDA HASANAH | EK