TEMPO.CO, Jakarta - Perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK bisa diberikan untuk aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Papua, Veronica Koman yang mengaku kerap mendapat teror sehubungan dengan advokasi yang dilakukannya. Pada Ahad, 7 November 2021, terjadi ledakan di rumah orang tuanya di Jelambar Baru, Jakarta Barat. Polisi juga menemukan bungkusan cat warna merah yang pecah saat ledakan terjadi.
Selain ledakan, secarik kertas juga ditemukan di rumah orang tua pengacara HAM itu. Kertas itu bertuliskan kecaman terhadap Veronica.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan negara wajib melindungi setiap orang di wilayahnya. Apalagi, orang itu tidak punya hubungan sama sekali dengan perbuatan yang dianggap melanggar hukum.
Perlindungan terhadap Veronica bisa didapat dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) .
Menurut Laporan Penelitian Tahun 2020 LPSK, permohonan dapat dilakukan atas inisiatif sendiri ataupun permintaan pejabat yang berwenang. Untuk mendapat perlindungan dan bantuan itu, berikut prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi pemohon:
- Keterangan Saksi dan Korban
- Tingkat ancaman yang dapat membahayakan Saksi dan Korban
- Hasil analisis dari tim medis dan/atau psikolog Saksi dan Korban
- Rekam jejak pidana dari Saksi dan Korban
Laman lpsk.go.id, menyatakan LPSK menyediakan sejumlah cara untuk mengajukan permohonan perlindungan:
- pemohon dapat mengirimkan permohonan secara tertulis dengan mengirimkan langsung surat permohonan ke Jalan Raya Bogor Km. 24 Nomor 47-49 Jakarta Timur, DKI Jakarta 13750.
- pemohon dapat mengajukan permohonan secara daring melalui:
- WhatsApp ke nomor 0857-700-10048
- Hotline LPSK 148
- Mengirimkan email ke lpsk_ri@lpsk.go.id
- Melalui Aplikasi Perlindungan LPSK yang tersedia di Playstore
- Laman www.lpsk.go.id
- Media sosial seperti Humas LPSK RI di FaceBook, serta @infoLPSK di Instagram, Twitter dan YouTube.
Setelah mengajukan permohonan, LPSK akan memeriksa dan menelaah paling lambat tujuh hari sejak permohonan perlindungan diajukan.
Proses pemeriksaan dapat dilakukan secara bertahap, mulai dari pengecekan syarat formil dan materiil dan dibicarakan dalam Rapat Paripurna Pimpinan (RPP) LPSK. Pada saat RPP, permohonan diputuskan sebagai permohonan yang diterima atau ditolak.
Jika permohonan diterima, saksi dan korban menandatangani surat perjanjian perlindungan. Pelaksanaan perlindungan akan berada di bawah Biro Pemenuhan Hak Saksi dan Korban.
Perlindungan ini akan dihentikan jika sudah memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan atau berdasarkan putusan dari evaluasi LPSK yang diadakan setiap enam bulan.
Jika permohonan ditolak oleh LPSK, maka saksi dan korban akan menerima salinan keputusan secara tertulis.
Baca: Amnesty: Veronica Koman, Aktivis HAM Papua yang Harus Dilindungi
WILDA HASANAH | EK