TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika merespons temuan Google yang mencatat Indonesia menjadi negara yang paling banyak menghapus dan mengajukan permintaan penghapusan konten atau informasi.
Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi mengatakan bahwa permintaan pemutusan akses sebuah konten dilakukan untuk mencegah penyebarluasan konten yang dianggap melanggar peraturan perundangan sesuai amanat UU ITE.
"Permintaan pemutusan akses terhadap suatu konten dilakukan berdasarkan aduan masyarakat, hasil patroli siber, maupun permintaan kementerian atau lembaga," ujar Dedy melalui pesan teks pada Selasa, 26 Oktober 2021.
Jika konten yang dilaporkan tersebut melanggar peraturan perundang-undangan, maka konten tersebut akan dimintakan pemutusan akses kepada platform yang mengelola sistem elektronik di mana konten tersebut dapat diakses masyarakat.
Namun, tak seluruh permintaan penghapusan konten bakal dituruti. Menurut Dedy aduan penghapusan diterima jika telah memenuhi ketentuan UU ITE dan peraturan pelaksanaannya. "Permintaan pemutusan akses terhadap sebuah konten pada sebuah platform sistem elektronik dilakukan terhadap konten yang memenuhi tiga kriteria," kata Dedy.
Tiga kriteria itu ialah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum, serta memberitahukan cara atau menyediakan akses terhadap informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebelumnya, berdasarkan laporan transparansi periode Januari hingga Juni 2021 yang diterbitkan oleh Google, Indonesia berada pada urutan pertama negara yang konten-nya paling banyak dihapus diikuti oleh Rusia dan Kazakhstan.
ANDITA RAHMA
Baca Juga: Uni Eropa Ajukan UU untuk Hapus Konten Ekstremis di Internet