INFO NASIONAL-Ketua National Paralympic Committee (NPC) Indonesia, Senny Marbun kembali menyinggung peran pemerintah melalui Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Menpora RI), Zainudin Amali dalam prestasi raihan prestasi yang gemilang atlet tim nasional Indonesia pada Paralimpiade Tokyo 2020.
“Kalau soal keberhasilan atlet sekarang ini, saya bukan cari muka, tapi ini karena tangan dingin pak menteri (Zainudin Amali),” katanya Marbun saat menjadi narasumber Solopos Virtual Talkshow Haornas bertajuk “Tantangan Pembinaan Prestasi Olahraga Disabilitas”, Rabu 29 September.
Hadir dalam acara ini, Deputi Pembudayaan Olahraga Kemenpora Raden Isnanta, peraih medali emas Paralimpiade 2020, Leani Ratri Oktila dan Hary Susanto. Hadir pula Staf Khusus Presiden, Angkie Yudistia dan perwakilan dari Pemerintah Kota Solo.
Menurut Senny Marbun, Menpora Amali memberikan ruang gerak yang luas kepada NPC Indonesia dan membebaskan mereka mengikuti event-event olahraga internasional untuk mendapatkan poin sehingga bisa lolos ke paralimpiade.
“Beliau (Menpora Amali) mengatakan, kalian harus mengejar single-single event, mengejar poin biar bisa masuk ke paralimpiade. Dan, itu kita lakukan dan ternyata memang Tuhan mengizinkan kita berangkat dengan 23 kuota (atlet),” ujarnya.
Disamping itu, Senny Marbun menilai Menpora Amali sangat memahami cara memajukan olahraga di Tanah Air. Hal itu terlihat dari Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) yang menjadi pedoman pembinaan olahraga prestasi, termasuk di dalamnnya mengatur atlet difabel.“Yang bikin desain olahraga itu kan pak menteri. Jadi beliau mengerti olahraga seperti apa, apa yang harus dikerjakan,” katanya.
Atas arahan dan kebebesan yang diberikan Menpora Amali, kata Marbun, pihaknya pun berhasil meningkatkan jumlah atlet yang bertanding di Paralampiade dari sebelumnya. Pada Paralimpiade di Rio De Jeneiro 2016, Indonesia hanya mengirim sembilan atlet dan mendapatkan satu medali perunggu. Sementara di Paralimpiade 2020 di Tokyo, Indonesia berhasil mengirim 23 atlet dan meraih sembilan medali diantaranya dua emas, tiga perak dan empat perunggu.
“Bisa mendapatkan dua emas itu benar-benar luar biasa. Itu olimpiade, tingkat dunia. Jadi untuk mendapatkan itu, karena kita sekarang udah dapat jadi biasa-biasa aja. Tapi untuk mengejar itu saya waktu melihat Ratri dan Hary waktu pertandingan di sana jantung saya hampir putus,” ujarnya.
Menurut Senny Marbun, mencetak atlet sangat sulit, bahkan tidak semudah membalikan telapak tangan apalagi untuk atlet difabel. Sebab, atlet yang dicari adalah mereka yang serius dan benar-benar mau berlatih..
“Selain itu, kadang-kadang kalau di daerah masih banyak orang cacat yang enggak mengerti olahraga dan kadang-kadang masih banyak orang tua yang menyembunyikan anaknya karena takut dibilang banyak dosa karena punya anak cacat,” katanya.
Karena itu, Marbun berharap kepada Kemenpora agar Sekolah Khusus Olahraga (SKO) sekaligus training camp atlet difabel nantinya dikelola oleh NPC Indonesia sehingga pengelolaannya dapat dipantau langsung.
“Kalau boleh SKO, kalau bisa betul-betul di bawah NPC. Kami yang menentukan kuotanya, kami yang menentukan latihannya biar kita tahu limit yang akan kita kejar di SKO sampai kemana. Tolong disiapkan dana untuk SKO agar atlet jangan cuma 25 orang, kalau bisa 100 orang,” ujarnya.(*)