TEMPO.CO, Yogyakarta - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menuturkan Indonesia saat ini masih menghadapi tantangan berat terkait intoleransi, fanatisme, radikalisme dan terorisme.
“Masih ada sekelompok orang yang mengharapkan Indonesia itu hanya satu warna saja,” ujar Gus Yaqut di Yogyakarta Rabu 29 September 2021.
Yaqut menuturkan sekelompok orang itu mencoba menafikkan keberagaman Indonesia karena merasa diri mayoritas. “Mereka merasa paling banyak, lalu berusaha menyingkirkan yang tidak banyak," kata Yaqut.
Yaqut menegaskan, Indonesia dibangun atas dasar pluralisme. Indonesia, lanjut Yaqut, tidak mungkin berdiri jika tidak ada umat Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu dan kepercayaan-kepercayaan lokal.
“Dengan situasi Indonesia itu, maka tidak boleh ada satu orang atau satu kelompok pun mengklaim dirinya paling memiliki Indonesia,” ujar dia.
"Apapun agamanya, tidak boleh ada yang mengklaim mereka yang paling berhak atas negeri ini," Yaqut menambahkan.
Yaqut menuturkan untuk melawan paham-paham yang mencoba mengabaikan keberagaman Indonesia itu, ia mengaku selama ini senantiasa merujuk nasihat Kyai Haji Mustofa Bisri atau Gus Mus.
"Dulu kita dibiasakan dengan nasihat 'sing waras ngalah' (yang waras mengalah), tapi Gus Mus selalu menasihati saya, ‘Sing waras ojo ngalah. Kalau sing waras ngalah yang menang yang nggak waras itu’ (Yang waras jangan mengalah karena kalau mengalah yang menang yang tidak waras),” ujar Yaqut yang menambahkan menang dalam arti merasa paling berhak atas Indonesia.
"Kita semua tidak ingin Indonesia tinggal sejarah, tidak ingin Indonesia tinggal cerita saja jadi yang waras jangan mengalah," kata dia.
Yaqut menuturkan, keberagaman sudah terbukti menjadi kekuatan Indonesia. Di masa kolonial keberagaman menjadi kekuatan untuk melawan penjajah.
"Kalau meyakini ajaran agama, maka saat jumlah kita semakin banyak, justru kita memiliki kewajiban melindungi yang kurang banyak," kata Yaqut.
PRIBADI WICAKSONO
Baca: Menangkal Epidemi Intoleransi di Perguruan Tinggi Agama