Penunjukan Azis juga direstui Ketua Dewan Pembina Golkar Aburizal Bakrie. Aburizal ketika itu sempat bersurat kepada pelaksana tugas Ketua Umum Golkar Idrus Marham agar Azis menjadi Ketua DPR.
Namun Azis gagal duduk di kursi pucuk pimpinan DPR. Ia kalah bersaing dengan Bambang Soesatyo, yang lantas menjadi Ketua DPR hingga akhir masa jabatan DPR periode 2014-2019.
Azis baru menempati pucuk pimpinan DPR untuk periode 2019-2024. Di partai, ia juga menempati posisi bergengsi sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Akhir 2020, Azis pindah dari Komisi Hukum ke Komisi Pertahanan DPR, bertukar dengan Rudy Mas'ud. Rudy mengklaim rotasi itu atas keinginan dirinya duduk di Komisi Hukum yang dinilai prestisius.
Nama Azis beberapa kali disebut dalam pusaran perkara korupsi. Mulai kasus korupsi pengadaan simulator SIM yang menyeret bekas Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian RI Inspektur Jenderal Djoko Susilo, kasus e-KTP, hingga izin ekspor benur yang melibatkan bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Saat ini, Azis menjadi tersangka dalam dugaan suap Robin Pattuju. Dia ditengarai memberikan uang sebesar Rp 3,1 miliar untuk mengurus kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Lampung Tengah tahun 2017 yang ditelisik KPK.
Azis disebut-sebut meminta fee 8 persen dari nilai DAK Lampung Tengah yang disahkan. Azis sebelumnya membantah tuduhan ini, serta menampik dirinya menyuap Robin Pattuju untuk mengurus perkara tersebut.
Selain itu, ada pula dugaan suap jual beli jabatan di Kota Tanjungbalai dan korupsi di Kabupaten Kutai Kartanegara. Azis Syamsuddin disebut memperkenalkan Robin ke Wali Kota Tanjung Balai M. Syahrial dan bekas Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari. "Ini masih dalam tahap kami akan dalami terkait dengan dugaan-dugaan tadi," kata Firli Bahuri, menyangkut koneksi Azis dengan perkara lain yang ditangani KPK.
Baca juga: Airlangga Buka Suara Soal Penangkapan Azis Syamsuddin oleh KPK
BUDIARTI UTAMI PUTRI | MAJALAH TEMPO | BERBAGAI SUMBER