Lantaran hal tersebut, Julius Ibrani menilai sejak awal Luhut tak bertujuan mengoreksi kajian, tetapi hendak mengkriminalisasi Haris Azhar dan Fatia. Dalam somasinya, kata Julius, sejak awal Luhut menyampaikan ancaman pemidanaan kepada Direktur Eksekutif Lokataru dan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu.
"Sudah kami duga kuat dari awal forum somasi ini memang bernuansa personal, tujuannya bukan mengoreksi kajian tapi memang langsung diarahkan untuk mengkriminalisasi Haris dan Fatia," kata Julius.
Julius mengatakan sebagai pejabat publik Luhut mestinya siap membuka ruang diskusi. Ia menilai pelaporan ke polisi sudah melampaui ruang demokrasi dan memberangus peran masyarakat sipil dalam mengawasi pemerintahan.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan seorang pejabat negara seperti Luhut terikat pada etika dan semestinya bisa dikritik. Tanpa kritik, kata dia, suara rakyat akan hilang dalam berjalannya negara.
"Begitu suara rakyat tidak ada, tidak ada demokrasi," kata Asfinawati, yang juga kuasa hukum Fatia.
Luhut Binsar Pandjaitan melalui kuasa hukumnya, Juniver Girsang, melaporkan Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya dengan tuduhan pencemaran nama baik. Sebelum ke polisi, Luhut juga melayangkan dua kali somasi kepada Haris dan Fatia.
Juniver membantah kliennya dianggap melakukan pembungkaman terhadap aktivis. Menurut Juniver, mantan Menteri Koordinator Bidang Polhukam itu sering menerima aktivis untuk berdiskusi.
"Berkali-kali dia katakan kepada saya, saya (Luhut) ini responsif terhadap kritik, sepanjang kritik itu membangun," kata Juniver kepada Tempo, Rabu, 22 September 2021.
Kritik yang disampaikan Haris Azhar dan Fatia, kata Juniver, sifatnya destruktif. Tujuannya, menurut dia, untuk mendiskreditkan Luhut Binsar Pandjaitan. Laporan itu disebutnya dibuat untuk memberi pelajaran.
Baca juga: Pengacara Haris Azhar: Sekalian Kita Buka Keterlibatan Luhut di Papua
BUDIARTI UTAMI PUTRI | YUSUF MANURUNG