KDD di Desa Balung terbentuk pada sekitar pertengahan 2020. Nicha banyak mendapatkan edukasi dari Pelopor Peduli Disabilitas Situbondo (PPDiS). "Kanan kiri rumah saya ada beberapa difabel. Bagaimana supaya membuat mereka berdaya dan tidak hanya duduk diam di rumah," katanya.
Pada awalnya, KDD ini sempat mencoba usaha telur asin namun gagal karena banyak saingannya banyak dan mereka merasa tidak mampu bersaing. Kemudian ada pelatihan soal ketahanan pangan seiring. Setelah mengikuti pelatihan, anggota KDD memperoleh bantuan bibit sayuran. Dalam perkembangannya setelah satu bulan mendapat evaluasi, ternyata banyak bibit yang mati atau rusak.
Akhirnya KDD mendapatkan pendampingan, selain dari PPDiS, juga Penyuluh Pertanian setempat. "Anggota dikumpulkan disini dan diajarkan lagi bagaimana merawat tanaman atau bagaimana menyiapkan media tanam sehingga tanaman bisa tumbuh subur," kata Nicha.
Bersama Kelompok Disabilitas Desa, Wafil yang awalnya tidak tahu-menahu soal tanaman dan berkebun, jadi mengetahui banyak hal mulai bagaimana cara menanam, merawat bahkan membibit tanaman. "Banyak pengetahuan ihwal tanaman yang saya dapat disini,” kata Wafil.
Ia belajar menanam Sawi, Selada, Cabe, Tomat, Terung. "Saat panen, beberapa kami jual. Kalau Sawi, kami bagi-bagikan. Kami prioritaskan menjual cabai dan selada,” katanya.
Hal senada diungkapkan Sri, ibu empat anak yang salah satunya penyandang disabilitas ganda, yakni netra dan mental. Suaminya seorang kuli bangunan. "Saya baru satu tahun bergabung di KDD dan banyak pengetahuan yang saya dapatkan," kata Sri.
Sri bercerita awalnya mendapat beberapa polibag tanaman sayur seperti Sawi, Terung, cabai dan selada. Dia kemudian merawat dan mengembangkannya di rumah. "Lumayan nggak usah beli sayur," katanya. Tidak hanya mengetahui cara merawat tanaman, Sri juga mendapatkan pelatihan cara membuat pupuk organik.
Kegiatan di kebun dilakukannya setiap hari usai mengurus pekerjaan rumah tangga dan anak-anaknya. Tak jarang ia mengajak Difka, anak keduanya yang disabilitas ganda itu, ke kebun. "Seringkali sampai sore hari di kebun," katanya.
Setelah beberapa bulan, persediaan bibit bertambah sehingga anggota kelompok juga bisa memperbanyak tanamannya. Kerja keras mereka menuai hasil. Mereka bisa memenuhi kebutuhan sayur secara mandiri.
Bahkan bisa berbagi ke tetangga kanan kiri yang juga terdampak pandemi. Sebagian dijual untuk menambah pendapatan. "Saya menjual seledri satu ikat Rp 2 Ribu ke tetangga," kata Ida, anggota KDD dengan disabilitas daksa.
Bahkan, KDD di Desa Balung mampu menyediakan bibit untuk kelompok lain di Kecamatan Kendit "Ada beberapa kelompok yang membutuhkan datang meminta bibit,” kata Nicha.
KDD Desa Balung juga telah bekerjasama dengan koperasi tani setempat untuk penyediaan bibit cabai. "Kami menyediakan bibit cabai untuk Koperasi Tani Sopet (Kotas)," kata Nicha.
Nicha mengatakan mereka juga tidak kesulitan mendapatkan media tanam bibit sayuran. Di dekat kebun ada hutan bambu, salah satu media tanam adalah tanah di bawah bambu. Selain itu, sekam bakar juga tidak susah didapatkan. "Kami membakar sendiri sekam untuk campuran media tanam benih," ujarnya.
Pada awalnya setelah mendapat evaluasi, mereka menyediakan pupuk organik dulu baru mulai menyiapkan benih. Sehingga setelah benih itu tumbuh, bisa langsung diberi pupuk. Tidak sekadar bisa memenuhi kebutuhan pupuk sendiri, mereka bahkan bisa menjual pupuk organik mereka itu. "Hasilnya untuk mengembangkan usaha," ujarnya.
Setelah beberapa bulan belajar dan bekerja bersama, jerih payah itu mulai membawa hasil. Tanaman menjadi subur dan bahkan mereka mulai menerima order bibit cabai. Selama empat bulan terakhir ini, mereka sudah rutin mengirim 30 ribu bibit cabai merah. Mereka menjual setiap seribu bibit Rp 150 ribu.
Bagaimana efek positif keberadaan Kelompok Disabilitas Desa ini terhadap perekonomian? Baca halaman selanjutnya.