TEMPO.CO, Jakarta - Berita yang paling banyak dibaca pembaca hingga pagi ini, yaitu Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono merespons desakan IPW yang meminta agar Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Eko Indra Heri dicopot buntut dari perkara donasi keluarga Akidi Tio. Kemudian, Nasir Abbas, meminta pemerintah mewaspadai euforia simpatisan kelompok Taliban, setelah kemenangan di Afghanistan. Berikut ringkasannya:
1. Mabes Polri Respons Soal Desakan Pencopotan Kapolda Sumsel
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono merespons desakan Indonesia Police Watch (IPW) yang meminta agar Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Eko Indra Heri dicopot buntut dari perkara donasi keluarga Akidi Tio.
Desakan itu muncul lantaran IPW melihat Eko Indra secara tidak langsung membuat gaduh ihwal sumbangan fiktif Rp 2 triliun oleh Heryanty, anak almarhum pengusaha Akidi Tio.
Argo mengatakan bahwa pencopotan atau mutasi terhadap seorang anggota ada aturannya. "Ada SOP-nya, ada aturannya," ujar dia melalui konferensi pers daring pada Jumat, 20 Agustus 2021.
Sebagaimana diketahui, buntut dari sumbangan fiktif Rp 2 triliun itu, Tim Pengawasan dan Pemeriksaan Khusus Inspektorat Pengawasan Umum dan Tim Pengamanan Internal Divisi Profesi dan Pengamanan Polri memeriksa Eko.
Argo mengatakan hasil pemeriksaan internal itu akan langsung diserahkan kepada Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo. "Tadi saya ketemu Kadiv Propam, sedang dibuat hasil pemeriksaan. Begitu pun Itwasum. Hasilnya akan diberikan kepada Pak Kapolri," kata dia.
Kapolda Sumatera Selatan Eko Indra telah meminta maaf secara terbuka. Ia mengaku tidak hati-hati saat menerima sumbangan Rp 2 triliun itu dan karena keteledorannya membuat gaduh.
“Saya minta maaf. Ini karena keteledoran saya sebagai pribadi sampai menimbulkan kegaduhan,” kata Eko Indra Heri kepada Tempo, Jumat, 6 Agustus 2021.
Eko mengatakan tidak berpikir jauh bahwa sumbangan fiktif ini akan membuat gaduh. Dia mengatakan bersama rekan-rekannya menerima sumbangan itu atas niat baik, yaitu membantu penanggulangan Covid-19.
Eko mengatakan sama sekali tidak menerima keuntungan dari sumbangan itu. Sejak mengatur sumbangan dari keluarga Akidi Tio yang ternyata fiktif itu, Eko menekankan pada bawahannya bahwa bahkan bunganya saja adalah hak masyarakat. “Saya meminta maaf kepada masyarakat, Bapak Kapolri, terutama institusi saya,” kata Eko Indra Heri.
2. Eks Jamaah Islamiyah Sebut Kemenangan Taliban Bisa Jadi Pintu Rekrutmen Teroris
Mantan Pimpinan Jemaah Islamiyah (JI) di Indonesia, Nasir Abbas, meminta pemerintah mewaspadai euforia simpatisan kelompok Taliban, setelah kemenangan di Afghanistan. Nasir mengatakan euforia ini kerap berbuntut pada upaya rekrutmen oleh kelompok JI.
"Masyarakat umum terbawa arus, terbawa menganggap ini kemenangan Islam. Akibatnya mereka mudah direkrut. Banyak dibaiat. Efek dari euforia membuat banyak orang untuk masuk," kata Nasir saat dihubungi Tempo, Sabtu, 21 Agustus 2021.
Nasir mengatakan hal ini juga terjadi pada 2013 lalu, saat kelompok teror ISIS menyatakan kemenangan mereka di Suriah dan membentuk negara khilafah. Banyak simpatisan termasuk JI di Indonesia, yang menganggap ini sebagai kemenangan Islam. Mereka kemudian menggiring opini ini ke masyarakat.
Apalagi, Nasir meyakini banyak simpatisan Jamaah Islamiyah yang masih tersisa. Penangkapan 53 terduga teroris oleh Mabes Polri, adalah salah satu bukti masih adanya sisa jaringan itu di Indonesia. "Mereka mengubah strukturalnya, mereka mengubah strategisnya, mereka memperkuat kantong pundi-pundi dana mereka untuk mendanai gerakan mereka," kata Nasir.
Terungkapnya Syam Organizer sebagai salah satu yayasan yang menjadi kedok JI di Indonesia, adalah salah satunya. Nasir mengatakan saat ini JI memang cenderung menggunakan isu kemanusiaan sebagai kedok utamanya.
Padahal, ia meyakini penggalangan dana itu akan ditujukan untuk menggaji pengurus, pelatihan militer baik di dalam dan luar negeri, pengiriman orang, dan hingga untuk membeli senjata. Bahkan Nasir mengatakan tak jarang juga pendanaan itu digunakan untuk membeli tanah, kebun, agar ada pendanaan yang lebih berkesinambungan.
"Dengan dana tersebut mereka juga membentuk badan analisa politik, badan hukum, badan opini masyarakat. Makanya suka ada penggalangan opini publik agar antipati pada pemerintah, itu bisa jadi mereka. Dulu waktu zaman saya, itu bagian dari menggalang masyarakat," kata Nasir soal kemenangan Taliban.
Baca: Kemenangan Taliban dan Dampaknya pada Kegiatan Terorisme di Indonesia