TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menolak melaksanakan tindakan korektif dari Ombudsman RI perihal tes wawasan kebangsaan atau TWK. Beberapa pihak menuding bahwa ini adalah pembangkangan lagi terhadap arahan mengenai tes yang dianggap kontroversial itu.
Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana mencatat pembangkangan yang terakhir ini telah melengkapi pengabaian yang dilakukan oleh pimpinan lembaga antirasuah itu soal alih status pegawai. ICW mencatat ada tiga 'pembangkangan' yang dilakukan, yaitu terhadap pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi, arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan terakhir tindakan korektif Ombudsman.
“Bagi ICW, lengkap sudah pembangkangan yang dilakukan oleh Pimpinan KPK,” kata Kurnia lewat keterangan tertulis, Jumat, 6 Agustus 2021.
Berdasarkan data yang dikumpulkan, ada beberapa arahan maupun pertimbangan mengenai alih status pegawai yang disebut dikesampingkan oleh KPK. Berikut adalah daftarnya:
Pertimbangan Putusan MK
Mahkamah Konstitusi dalam sidang uji materi UU KPK pada Selasa, 4 Mei 2021 menyatakan pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai dengan alasan apapun. MK menganggap pegawai KPK telah mengabdi dan dedikasinya dalam pemberantasan korupsi tak perlu diragukan.
"Maka dalam pengalihan tersebut tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apapun, di luar desain yang telah ditentukan tersebut," kata hakim konstitusi Enny Nurbaningsih di sidang uji materi UU KPK, Selasa, 4 Mei 2021.
Arahan Presiden Jokowi
Presiden Jokowi memberi arahan yang serupa soal alih status pegawai KPK. Dia menyatakan satu suara dengan pertimbangan MK. Jokowi mengatakan TWK terhadap pegawai KPK tidak boleh dijadikan dasar memberhentikan 75 pegawai yang tidak lolos. Hasil tes, kata dia, seharusnya dijadikan pertimbangan untuk memperbaiki kualitas individu maupun lembaga antikorupsi.
"Hasil tes wawasan kebangsaan hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu atau institusi KPK dan tidak serta-merta menjadi dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes," kata Jokowi dalam video yang disiarkan Sekretariat Presiden, Senin, 17 Mei 2021.
Tindakan Korektif Ombudsman
Ombudsman menyatakan telah terjadi tindakan maladministratif berlapis-lapis dalam proses TWK. Tindakan maladministratif berlapis itu terjadi mulai dari pembentukan Peraturan KPK nomor 1 tahun 2021 yang memuat pasal TWK, hingga pelaksanaannya.
Beberapa temuan Ombudsman, di antaranya dugaan penyisipan pasal TWK ke dalam Perkom sehingga pegawai tidak tersosialisasi dengan cukup. Selain itu, ada dugaan fabrikasi tanda tangan dalam dokumen rapat harmonisasi, hingga adanya manipulasi dalam kontrak kerja sama pelaksanaan TWK antara KPK dan Badan Kepegawaian Negara. Dokumen kontrak dan pembayaran itu diduga dilakukan secara backdate.
Ombudsman meminta KPK melakukan beberapa tindakan untuk mengkoreksi kesalahan itu. Salah satunya, adalah mengangkat 75 pegawai KPK menjadi ASN seperti yang dilakukan ke pegawai KPK lainnya.
Respons KPK
KPK menyatakan telah melakukan arahan dari MK dan Presiden Jokowi. Soal pertimbangan MK, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan alih status pegawainya tak menggunakan UU ASN. Bila menggunakan UU itu, maka pegawai yang berusia di atas 35 tahun tidak bisa diangkat. Begitupun pegawai yang pernah mengundurkan diri dari PNS, juga tak bisa diangkat kembali menjadi ASN. “Dengan putusan ini hak tersebut dipulihkan untuk menjadi ASN,” kata Ghufron dalam konferensi pers di kantornya, Kamis, 5 Agustus 2021.
Mengenai arahan Presiden Jokowi, Ghufron bilang telah dilakukan rapat koordinasi pada 25 Mei 2021 antara beberapa lembaga. Rapat itu, kata dia, untuk menindaklanjuti permintaan Presiden Jokowi agar TWK tidak menjadi satu-satunya alasan untuk memberhentikan pegawai. Hasil dari rapat itu, 51 pegawai dipecat, sementara 24 lainnya bisa diangkat menjadi ASN asal mau mengikuti pendidikan kebangsaan kembali.
Baca juga: Jokowi Didesak Respons Temuan Ombudsman Soal TWK KPK