TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat setidaknya ada 17 peristiwa kekerasan yang melibatkan aparat hukum sejak April 2020 hingga Januari 2021 atau dalam masa pandemi Covid-19.
"Peristiwanya beragam, mulai dari penganiayaan, penangkapan sewenang-wenang, penembakan dengan water canon, intimidasi hingga pembubaran paksa," ujar Anggota Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS Rozy Brilian melalui konferensi pers daring pada Selasa, 27 Juli 2021.
Dari belasan aksi kekerasan itu, KontraS mencatat satu orang korban tewas, dua orang korban mengalami luka, dan 326 orang korban penangkapan. Alhasil, KontraS melihat bahwa situasi penanganan pandemi Covid-19 dengan pendekatan keamanan tidak berhasil dan harus segera dihentikan. Apalagi, menurut Rozy, pelibatan aparat tak serta merta membuat penyebaran Covid-19 landai.
Rozy menjelaskan, masyarakat terpaksa untuk melanggar ketentuan PPKM adalah imbas dari ketidaksanggupan pemerintah dalam menjamin kebutuhan dasar warga negara. Masyarakat berupaya menyelamatkan diri dan bertahan hidup di tengah situasi krisis dengan mencari pemasukan untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Padahal, dalam UU Kekarantinaan Kesehatan, pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dalam kondisi karantina wilayah. Alih-alih menjalankan kewajiban, pemerintah justru menggunakan beragam istilah yang KontraS nilai sebagai bentuk pengalihan tanggung jawab dari UU Kekarantinaan Kesehatan.
Selain itu, pemerintah lebih memilih melibatkan aparat hukum secara penuh. "Metode pendekatan keamanan selama ini harus ditransformasikan menjadi pendekatan berbasis pemenuhan hak," ucap Rozy.
Untuk itu lah, KontraS mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melakukan lima hal. Kelima hal itu ialah mengaudit dan mengevaluasi secara menyeluruh efektifitas pelibatan Badan Intelijen Negara (BIN), TNI, dan Polri dalam mengendalikan pandemi supaya dapat bekerja sesuai dengan kapasitasnya agar tidak sewenang-wenang dan mengancam kebebasan sipil.
Kemudian, menjamin dan memastikan langkah penegakan sanksi terhadap pembatasan sosial sesuai dengan prinsip hak asasi manusia. "Ketiga, pemerintah harus segera menghentikan pendekatan keamanan dan segera mengambil pendekatan kesehatan serta pemenuhan hak masyarakat dalam menyelesaikan pandemi," ujar Rozy.
Ia menilai represi terhadap masyarakat tidak akan menyelesaikan masalah yang ada. Kebijakan penanganan pandemi yang diambil tidak boleh menempatkan masyarakat sebagai korban. "Aparat di lapangan harus lebih humanis dan memikirkan dampak selanjutnya," kata Rozy.
Selanjutnya, pemerintah harus menjamin kebutuhan hidup warga negara dengan menyusun strategi pemulihan terhadap warga yang menerima dampak dari penanganan Covid-19. Terakhir, KontraS meminta Presiden Jokowi memberikan kewenangan penuh bagi otoritas kesehatan dengan melibatkan pakar dan ahli untuk menyusun, memantau, serta menyampaikan rekomendasi untuk penanganan.
Baca juga: Jokowi Ingatkan ASN untuk Melayani Masyarakat, Bukan Dilayani
ANDITA RAHMA