TEMPO.CO, Jakarta - Akademikus dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, menilai Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro tak cukup hanya mundur dari Wakil Komisaris BRI. Dia meminta rektor UI ini berkomitmen tidak pernah lagi menjabat komisaris selama menjadi rektor.
“Kalau mundur untuk kembali (jadi komisaris) itu namanya akal-akalan,” kata Ubedilah lewat keterangan tertulis, Kamis, 22 Juli 2021.
Ubedilah khawatir Ari mundur hanya agar tidak dianggap melanggar statuta UI, meskipun aturan itu sudah direvisi baru-baru ini. Sebelumnya, Ari dianggap melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI Pasal 35. Dalam pasal itu, rektor dilarang memegang jabatan di perusahaan milik negara atau swasta.
Presiden Jokowi merevisi aturan itu menjadi PP Nomor 75 Tahun 2021 pada 2 Juli 2021. Pasal 39 PP tersebut hanya melarang rektor menjabat sebagai direksi. Meski sudah direvisi, Ari masih dianggap melanggar aturan karena telah menjabat sebelum revisi.
Ubedilah mengatakan Statuta UI versi 2021 sebaiknya direvisi kembali untuk melarang rektor menjabat komisaris di BUMN. Jika tidak direvisi, ada kemungkinan rektor akan menjabat kembali menjadi komisaris. “Jika Statuta UI 2021 tidak direvisi maka itu berpotensi Rektor jadi komisaris lagi, dan itu namanya akal akalan,” ujar dia.
Dia mengatakan Rektor UI Ari Kuncoro terbukti melanggar Statuta versi 2013. Maka seluruh hak-haknya secara moral dikembalikan ke negara. Rektor rangkap jabatan, kata dia, sangat pantas untuk dikritik. Dia menilai rangkap jabatan itu akan mengganggu kebebasan akademis di universitas. “Universitas lebih merdeka untuk menyuarakan kebenaran ilmiah demi ilmu pengetahuan, kemajuan negara dan demi kemanusiaan universal,” ujarnya.
Baca juga: Pakar Hukum Sebut Ari Kuncoro Sudah Tak Pantas Jadi Rektor UI