TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo meminta maaf ke Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Permintaan maaf itu disampaikan Edhy saat membacakan pleidoi dalam sidang perkara suap ekspor benih lobster yang membelitnya menjadi terdakwa.
“Permohonan maaf secara khusus saya sampaikan kepada Presiden RI Bapak Ir Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Bapak Prabowo Subianto,” kata Edhy dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 9 Juli 2021.
Dia mengatakan kedua orang itu telah memberikan amanah dan kepercayaan kepadanya. Edhy mengucapkan permohonan maaf atas perbuatannya yang sengaja maupun tidak disengaja.
Bekas politikus Partai Gerindra ini menceritakan peran besar Prabowo dalam karier politiknya. Dia mengatakan sempat masuk Akademi Militer di Magelang, namun dikeluarkan. Setelah itu dia merantau ke Jakarta mencari kerja. Di Ibu Kota, dia bertemu Prabowo. Dari perkenalan itu, Ia memulai awal kariernya sebagai pegawai di perusahaan, menjadi anggota DPR, hingga menjadi Menteri KKP.
“Bila sempat ada berita Edhy adalah orang yang diambil Prabowo dari comberan, saya katakan itu benar,” ujar Edhy.
Untuk kasusnya sendiri, Edhy membantah mengetahui adanya suap dalam pengajuan izin ekspor benih lobster. Edhy juga membantah dirinya adalah pemilik PT Aero Citra Kargo, perusahaan yang memonopoli pengiriman benih dari Indonesia ke luar negeri. “Tuduhan bahwa saya terlibat mengatur dan turut menerima aliran dana adalah sesuatu yang amat dipaksakan dan keliru,” kata dia.
Dalam perkara ini, KPK menuntut Edhy Prabowo 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 tahun kurungan. Selain pidana, jaksa KPK menuntut Edhy membayar uang pengganti sebanyak Rp 9,6 miliar dan US$ 77 ribu. KPK mendakwa Edhy dan anak buahnya menerima suap Rp 24 miliar dan US$ 77 ribu. Duit diberikan agar Edhy mempercepat proses pengajuan izin budidaya dan ekspor benih lobster.
Baca juga: Edhy Prabowo Dituntut 5 Tahun Penjara, ICW: Lukai Keadilan