TEMPO.CO, Jakarta - Berita yang terpopuler di kanal nasional kemarin hingga hari ini Ahad 4 Juli 2021 di antaranya meninggalnya adik Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri karena Covid-19. Kemudian, distribusi Ivermectin yang menyalahi aturan meski obat keras dengan mudahnya dibagikan seperti permen. Berikut rinciannya
1. Rachmawati Soekarnoputri Meninggal Dunia
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan keluarga besar Megawati Soekarnoputri menyampaikan duka cita atas wafatnya Rachmawati Soekarnoputri.
“Ibu Megawati Soekarnoputri sangat berduka. Ibu Rachmawati adalah adik beliau, yang tumbuh dan sama-sama besar di Istana Negara,” kata Hasto dalam keterangannya, Sabtu, 3 Juli 2021.
Hasto mengatakan, Megawati dan Rachmawati belajar menari bersama dan juga berjuang guna meneladani keseluruhan pemikiran dan perjuangan ayah mereka, Presiden pertama Soekarno.
Menurut Hasto, Megawati langsung berkomunikasi dengan putra Rachmawati, Rommy Soekarnoputro, dan mengucapkan duka cita. Megawati juga memberikan doa terbaik bagi adiknya agar dilancarkan jalannya dan diampuni dosa-dosanya, serta berharap keluarga yang ditinggal mendapat kekuatan.
“PDI Perjuangan mengucapkan duka cita yang mendalam. Kami mendoakan Ibu Rachmawati dan partai memberikan penghormatan terbaik bagi almarhumah,” ujar Hasto.
Rachmawati Soekarnoputri meninggal hari ini, Sabtu 3 Juli 2021, pukul 06.45 WIB di RSPAD Gatot Subroto. Sempat terpapar Covid-19, jenazah Rachmawati tidak akan disemayamkan di rumahnya. Ia akan langsung dimakamkan di pemakaman Karet dengan protokol Covid-19.
2. Epidemiolog UI: Saya Kecewa Ivermectin Dibagikan Seperti Permen, Itu Berbahaya
Epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, mengaku kecewa dengan langkah sejumlah kelompok yang secara enteng membagikan Ivermectin.
Ia mengingatkan Ivermectin adalah obat keras yang tidak bisa dikonsumsi sembarangan tanpa resep dokter. "Saya kecewa sekali ketika obat ini dibagi-bagi seperti permen oleh sekelompok orang, bahkan oleh pejabat publik. Itu tidak etis dan bukan kewenangannya membagikan obat kepada masyarakat. Obat ini berbahaya," ujar Pandu, Jumat, 2 Juli 2021.
Ia menyesalkan banyaknya pejabat yang mempromosikan obat tersebut sebagai bagian terapi pasien Covid-19. Padahal, kata dia, belum ada hasil uji klinik yang menunjukkan bahwa obat cacing itu bisa menyembuhkan pasien Covid-19.
"Kita harus menjadi edukator kepada masyarakat. Jangan lantas bilang dengan obat ini kita akan sembuh, mengatakan obat ini mampu mencegah virus dan juga bisa menggantikan vaksin. Wah, ini sesuatu yang sudah melampaui batas," ujar Pandu.
Pandu mengatakan peran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam mengawasi peredaran obat ini sangat penting. Ia memita BPOM memastikan obat ini didistribusikan sesuai ketentuan yang ada. Bila tidak sesuai dengan aturan, BPOM berhak menegakkan aturan.
"Kepada masyarakat, jangan mudah terbujuk oleh rayuan baik itu dari pejabat apalagi yang bukan wewenangnya melakukan promosi-promosi obat ini belum disetujui untuk terapi Covid-19. Ini hanya untuk anti-parasit," tuturnya.
Salah satu tokoh yang mempromosikan Ivermectin sebagai obat Covid-19 adalah Kepala Kantor Staf Kepresidenan. Moeldoko menggunakan atribusi sebagai Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) saat bicara Ivermectin.
Ia mengaku mengirim sejumlah dosis Ivermectin ke Kudus, Jawa Tengah yang sedang mengalami lonjakan kasus Covid-19. Bupati Kudus HM Hartopo mengaku menerima 2.500 dosis Ivermectin untuk disebar ke sejumlah rumah sakit dan puskesmas.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K. Lukito mengingatkan kepada masyarakat bahwa Ivermectin merupakan obat keras. "Kami mengimbau kepada masyarakat, obat keras ini tidak bisa dibeli secara individu tanpa resep dokter dan tidak bisa diperjualbelikan di jalur online (secara bebas) tanpa resep dokter," ujar Penny dalam konferensi pers daring, Jumat, 2 Juli 2021.
Baca: Oksigen di RSUP Sardjito Yogya Menipis, 35 Pasien Covid-19 Dikabarkan Meninggal