TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyayangkan langkah Rektorat Universitas Indonesia yang memanggil Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM UI, pasca unggahan yang mengkritik Presiden Joko Widodo. Bivitri menilai langkah itu tak seperlunya dilakukan.
"Saya kira ini cara-cara yang sangat tidak demokratis dalam hal kebebasan berpendapat, ketika sudah menggunakan relasi kuasa, antara rektorat dengan mahasiswanya," kata Bivitri saat dihubungi, Senin, 28 Juni 2021.
Pihak rektorat sebelumnya menyebut bahwa pemanggilan itu untuk mengklarifikasi isi poster yang isinya menyebut bahwa Jokowi sebagai King of Lip Service. Mereka berargumen bahwa Jokowi adalah simbol negara.
Bivitri pun kemudian membantah ini dan menyebut bahwa tak ada terminologi simbol negara tak ada dalam UUD 1945. Yang ada adalah Lambang Negara, yang itu pun adalah Garuda Pancasila. Presiden adalah kepala negara yang secara fungsi wajar dan sah untuk dikritik.
"Tentu saja salah kaprah terjadi karena saya pikir rektorat UI tak mau dinilai sebagai sebuah institusi yang tak setuju dengan atasannya," kata Bivitri.
Kritik ia sebut sebagai hal yang biasa dalam sebuah negara demokratis dan dijamin oleh konstitusi. Ia menegaskan bahwa tekanan berupa pemanggilan pada mahasiswa itu tak seharusnya dilakukan.
"Ini yang harus dikritik. UI menjadi sangat tak demokratis dan memalukan, sebagai salah satu kampus yang tercatat dalam sejarah negara ini," kata Bivitri.
Baca: Ketua BEM UI Kecam Keras Upaya Peretasan Terhadap Pengurus