TEMPO Interaktif, Yogyakarta: Djoko "Banyugeni” Suprapto, terdakwa kasus penipuan berkedok inovasi teknogi, menolak tuduhan penipuan dan penggelapan terhadap Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Hal itu dia ungkap dalam eksepsi yang dibacakan di Pengadilan Negeri Bantul, Kamis (20/11).
“Barang yang dikirim ke UMY atas sepengetahuan Khoiruddin Bashori (Rektor UMY saat itu--Red.)," kata Djoko, dalam eksepsinya. "Barang tersebut bukan alat pembangkit listrik, tetapi merupakan stabilizer, salah satu rangkaian alat pembangkit listrik.”
Baca Juga:
Djoko mengungkap tiga alasan untuk menolak seluruh dakwaan jaksa. Menurut dia, UMY telah salah mengartikan benda yang disebut sebagai pembangkit listrik. Universitas tersebut dinilai telah membongkar alat (stabilizer) miliknya tanpa seijin dari pihaknya. Selain itu, UMY juga dianggap mencuri–curi teknologi yang ia bua. "UMY ingin mengetahui teknologi yang kami buat dengan cara mencuri-curi, atau tanpa ijin untuk membongkar alat stabilizer," kata Djoko.
Ihwal dakwaan dirinya terlambat menyelesaian proyek pembangkit listrik mandiri Jodhipati pada awal Juni 2008, Djoko melanjutkan, hal itu memang ada permintaan dari universitas. Pihak UMY meminta pihak Djoko untuk menghentikan kerjasama proyek pada 3 Juli 2008.
"Dakwaan jaksa terkait pelanggaran pasal 372 KUHP jo pasal 64, saya menolak dengan tegas, karena tidak tepat," kata dia. Djoko juga menolak bahwa transaksi perjanjian dengan UMY dilakukan di kampus, melainkan dilakukan di rumahnya, di Dusun Turi, Desa Ngadiboyo, Rejoso, Nganjuk, Jawa Timur.
Menurut Djoko, setelah menerima uang dari UMY senilai Rp 1,34 miliar, ia langsung menggunakannya untuk membeli bahan baku pembangkit listrik mandiri “Jodhipati”, bukan untuk keperluan pribadi. Sedangkan dalam eksepsinya, Djoko tidak menyinggung proyek “Banyugeni”, yaitu bahan bakar dengan bahan dasar air laut.
Mochtar Zuhdi, penasehat hukum UMY, menyatakan eksepsi yang disampaikan Djoko telah memasuki pokok perkara. Menurut dia, Djoko dianggap tidak memenuhi janji untuk menyalakan alat yang sesuai janjinya bisa menghasilkan tenaga listrik sebesar 3 megawatt. Bahkan, menurut Mochtar, stabilizer buatan Djoko dianggap tidak layak oleh para ahli kelistrikan. "Djoko Suprapto hingga kini belum menyelesaikan proyek," kata Mochtar.
MUH. SYAIFULLAH