TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pembinaan Jaringan Antar-Komisi dan Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi Sujanarko meminta pimpinannya untuk segera mencabut surat keputusan penonaktifan pegawai KPK setelah Presiden Joko Widodo bertitah. Dia meminta pimpinan KPK tak perlu lagi bermanuver dan segera melaksanakan perintah itu.
“Kepala negara sudah memutuskan, mau apalagi yang digoreng-goreng? Apa lagi yang dimasak-masak? Apakah mau melawan presiden?” kata dia di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Rabu, 19 Mei 2021.
Sujanarko mengatakan bila nasib para pegawai itu terus digantung, maka kepentingan publik akan dirugikan. Dia mengatakan para pegawai masih menerima gaji walaupun nonjob. Gaji itu berasal dari pajak. Dia khawatir gaji buta itu bisa masuk kategori sebagai kerugian negara.
Selain itu, kepentingan publik juga akan dikorbankan mengingat sejumlah pegawai yang nonjob adalah penyidik. Mereka sedang menangani kasus-kasus besar seperti korupsi bantuan sosial Covid-19, korupsi ekspor benih lobster dan korupsi Wali Kota Tanjungbalai. Sujanarko khawatir penanganan kasus terganggu karena pegawai tidak bisa melakukan pekerjaannya.
Untuk mempercepat penyelesaian polemik ini, Sujanarko mengatakan 75 pegawai melaporkan pimpinan KPK ke Ombudsman RI. Ia mengatakan sedikitnya ada 6 dugaan maladministrasi yang dilakukan Firli Bahuri dkk dalam pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan. Di antaranya, dalam proses tes, wawancara hingga penerbitan surat keputusan yang menyatakan penonaktifan 75 pegawai yang tidak lolos TWK.
“Kami berharap Ombudsman bisa menyelesaikan kasus ini dengan secepatnya, agar negeri tidak gaduh dengan hal remeh-temeh seperti ini,” kata dia.