TEMPO.CO, Jakarta - Delapan anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) dilaporkan mengalami peretasan pada hari ini, Senin, 17 Mei 2021. Peretasan terjadi hampir bersamaan dengan Konferensi Pers tentang 'Menelisik Pelemahan KPK melalui Pemberhentian 75 Pegawai'.
"ICW mencatat di ICW sendiri kejadiannya ada sebanyak 8 orang yang mengalami serangan digital. Dengan klasifikasi 4 orang WhatsApp-nya di-takeover hingga saat ini, kemudian dua sudah bisa dipulihkan, dua orang lainnya baru proses percobaan," kata peneliti ICW Wana Alamsyah, saat dihubungi Tempo.
Wana mengatakan kasus pertamanya terjadi sekitar pukul 13.00 WIB, saat salah satu anggota ICW mendapat telepon nomor asing dari Amerika Serikat. Dari situ, WhatsApp-nya tak bisa lagi digunakan. Upaya peretasan juga terjadi pada aplikasi chat Telegram hingga e-mail para anggota ICW.
Selain itu, Wana mengatakan salah satu anggota ICW lain yang tengah berada di luar kota juga ikut mengalami peretasan. Namun pola yang ia alami sedikit berbeda, yakni order fiktif lewat aplikasi makanan. "Jadi dia tiba-tiba ponselnya memesan makanan lewat aplikasi (tanpa diinginkan), food bombing yang dilakukan," kata Wana.
Para anggota ICW juga disebut Wana mengalami robocall, alias ditelepon berulang-ulang oleh nomor-nomor tak dikenal secara terus menerus. Beberapa orang di antaranya, bahkan mencapai 20 hingga 30 kali mendapat panggilan.
Diskusi 'Menelisik Pelemahan KPK melalui Pemberhentian 75 Pegawai', yang ICW adakan bersama sejumlah eks pimpinan KPK siang tadi, juga ikut mendapat teror. Wana mengatakan ada beberapa orang yang berusaha menyamar sebagai panelis.
"Misalkan tadi yang (berpura-pura jadi) Abraham Samad, ada yang Busyro Muqoddas, ada Bambang Widjojanto, bahkan ada nama-nama dari anak ICW lama yang sudah keluar, misalkan Tama Satrya Langkun. Itu ada nama-nama yang menyamar sebagai mereka-mereka ini," kata Wana.
Ia menilai peretasan ini adalah upaya intimidasi dan teror yang diberikan kepada para aktivis. Terlebih saat ini, ICW tengah getol-getolnya melakukan penolakan besar-besaran terhadap tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dilakukan pada pegawai KPK.
"Kami melihat ini ada keterkaitannya. Karena bukan hanya pada kali ini saja, ada protes kemudian ada serangan digital. Kita bisa melihat dalam aksi-aksi Omnibus Law, Reformasi Dikorupsi, pola-pola tersebut kerap terjadi," kata Wana.
Ia pun menegaskan bahwa cara semacam ini adalah tanda darurat bagi iklim demokrasi Indonesia.
Baca: Konpres Soal KPK, Busyro Muqoddas Berulang Kali Diteror Nomor Telpon Tak Dikenal