TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menetapkan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat sebagai tersangka. Ia diduga terlibat menjualbelikan jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk.
"Saudara NRH, Bupati Nganjuk yang disangka sebagai penerima hadiah atau janji," kata Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri Brigadir Jenderal Djoko Poerwanto, dalam konferensi pers bersama dengan KPK, Senin, 10 Mei 2021.
Berikut sejumlah fakta seputar OTT Bupati Novi Rahman:
1. OTT Kerja Sama dengan Polisi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut operasi tangkap tangan (OTT) yang diduga menyeret Novi Rahman Hidayat merupakan kerja sama dengan polisi. "Kegiatan tersebut merupakan kerja sama antara Bareskrim Polri dengan KPK," kata Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin, 10 Mei 2021.
Operasi tangkap tangan (OTT) pun dilakukan oleh tim gabungan. Ia dicokok bersama dengan sejumlah camat dan ajudannya. Setelah pengumpulan keterangan sepanjang Senin ini, Novi ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan enam orang lainnya.
Mereka adalah DR (Camat Pace), ES (Camat Tanjunganom dan sebagai Plt Camat Sukomoro), HY (Camat Berbek) yang masing-masing disebut sebagai pemberi hadiah atau janji, lalu BS (Camat Loceret), TBW (Mantan Camat Sukomoro), dan MIM (Ajudan Bupati Nganjuk) yang diduga menjadi perantara penyerahan uang dari para camat ke Bupati Nganjuk.
2. Jual Beli Jabatan
Dari informasi yang digali oleh penyidik, diketahui untuk di level perangkat desa, diduga dipatok harga antara Rp 10 sampai Rp 15 juta. Untuk jabatan di atas itu, sementara penyidik mendapat informasi harganya mencapai Rp 150 juta. Meski begitu, informasi ini disebut masih terus didalami.
Dalam OTT itu pula, tim gabungan menyita uang sebesar Rp 647,9 juta dan delapan unit telepon genggam disita. Ada pula satu buku tabungan Bank Jatim atas nama TDW yang ikut dibawa.
Setelah penetapan ini, tim gabungan menyepakati bahwa penyidikan kasus ini akan dilanjutkan oleh penyidik Direktorat Tipikor Bareskrim Polri. Kabareskrim Mabes Polri, Komisaris Jenderal Agus Andrianto mengatakan hal ini bukan tanpa alasan.
3. Cara Tarik Uang dari Camat
KPK mengatakan modus jual beli jabatan ini adalah para camat memberikan sejumlah uang kepada Bupati melalui ajudan.
"Pemberian ini tentang mutasi dan promosi jabatan mereka, dalam hal ini para camat, dan pengisian jabatan di tingkat kecamatan di jajaran Kabupaten Nganjuk," kata Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri Brigadir Jenderal Djoko Poerwanto, dalam konferensi pers bersama dengan KPK, Senin, 10 Mei 2021.
Dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) itu, uang sebesar Rp 647,9 juta dan delapan unit telepon genggam disita. Ada pula satu buku tabungan Bank Jatim atas nama TDW yang ikut dibawa. "Penyidikan akan dilanjutkan oleh penyidik Direktorat Tipikor Bareskrim Polri, berkat dukungan dan kerja sama dari teman-teman KPK," kata Djoko.
Djoko mengatakan awalnya dilakukan dua penyelidikan pada 13 April dan 16 April. Ia menyebut penyelidikan 13 April dilakukan oleh KPK dan 16 April oleh Dittipikor Bareskrim Mabes Polri.
4. Kekayaan Rp 116,78 miliar
Dari catatan LHKPN pada 2019, Novi Rahman Hidayat tercatat memiliki kekayaan mencapai Rp 116,89 miliar. Harta terbesar Novi tercatat berasal dari tanah dan bangunan yang mencapai Rp 58, 69 miliar. Selain itu, harta berupa surat berharga miliknya juga tercatat mencapai angka Rp 32,2 miliar. Selain itu kas dan setara kasnya sebesar Rp 26,4 miliar.
Kekayaan Novi meningkat sejak ia menjabat Bupati pada awal 2018. Tercatat saat menjadi calon bupati, kekayaannya adalah Rp 94,1 miliar. Tanah dan bangunan masih menjadi harta terbesarnya, dengan Rp 48,97 miliar.
Saat terpilih menjadi Bupati, laporan LHKPN Novi pada 2018 telah meningkat menjadi Rp 102,96 miliar. Yang paling terlihat meningkat, adalah surat berharga yang menjadi Rp 30,2 miliar, serta harta berupa kas dan setara kas sebesar Rp 28,6 miliar.
Padahal sebelum menjadi Bupati, surat berharganya tercatat hanya Rp 29,2 miliar serta harta berupa kas dan setara kas miliknya sebesar Rp 23,4 miliar.
5. PDIP dan PKB Tak Akui Novi Sebagai Kader
Baik PDIP maupun PKB tak mengakui Novi Rahman sebagai kader mereka. Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat mengatakan Novi Rahman Hidayat yang ditangkap KPK bukan kader partainya. "Bupati Nganjuk itu bukan kader PDI Perjuangan, yang menjadi kader itu wakilnya," kata Djarot kepada Tempo, Senin, 10 Mei 2021.
Djarot mengatakan Novi sebelumnya memang diusung PDI Perjuangan dan PKB ketika maju Pemilihan Bupati Nganjuk pada 2018. Djarot mengatakan, pasangan Novi yang bernama Marhaen Djumadi adalah kader partai banteng, bahkan menjabat sebagai Wakil Ketua DPD PDIP Jawa Timur. "Si Bupatinya itu lebih dekat PKB," kata Djarot.
Sementara itu, Sekretaris Gerakan Sosial dan Kebencanaan DPP Partai Kebangkitan Bangsa Luqman Hakim mengatakan Novi juga bukan kader partainya. Luqman mengklarifikasi informasi yang menyebut Novi sebagai kader PKB. "Saya mohon keberadaan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat tidak dikait-kaitkan dengan PKB," kata Luqman kepada wartawan, Senin, 10 Mei 2021.
Baca juga: Begini Cara Bupati Nganjuk Memperjualbelikan Jabatan