TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komnas HAM periode 2007 - 2012, Yoseph Stanley Adi Prasetyo, menilai pelabelan teroris bagi kelompok separatis di Papua, termasuk organisasi Papua Merdeka (OPM), bisa berdampak buruk bagi Indonesia. Misalnya dampak buruk bagi diplomasi Indonesia di dunia ke depannya.
Ia mengatakan saat ini OPM memiliki perwakilan di beberapa negara, khususnya di negara-negara Pasifik, hingga negara Eropa seperti Inggris, Belanda, dan Swedia.
"Ketika ini ditetapkan menjadi teroris akan muncul pertanyaan dari negara-negara internasional yang mengakomodasi perwakilan OPM di negara mereka. Dan kemudian menimbulkan masalah juga di dalam diplomasi internasional yang akan dilakukan Indonesia," kata Stanley dalam diskusi daring, Jumat, 7 Mei 2021.
Stanley mengatakan labeling ini terlalu berlebihan. Jika memang dianggap sebagai gangguan keamanan, pemerintah ia nilai cukup memproses hukum mereka. Stanley melihat hal-hal yang dilakukan OPM sejauh ini masih bisa dihitung tindakan pidana dan tak memerlukan label teroris.
Justru, Stanley melihat tindakan labeling ini seakan menunjukan pemerintah telah kebingungan menangani konflik di Papua. Sejak memimpin 7 tahun lalu, Presiden Joko Widodo, kata dia, bisa jadi putus asa untuk mengambil hati masyarakat Papua.
"Sehingga kemudian ditetapkan bahwa OPM itu adalah teroris dengan demikian nanti akan ada operasi yang sifatnya masif," kata Stanley.
Namun Stanley menegaskan cara tersebut tak akan bisa memenangkan hati orang Papua. Apalagi Papua merupakan daerah operasi militer (DOM) pada masa Orde Baru. Selain itu, OPM juga disebut Stanley juga sama-sama mencoba mengambil hati masyarakat Papua dengan ideologi kemerdekaan.
"Menurut saya juga pemerintah Indonesia harus menguasai jalur diplomasi, karena dengan menetapkan OPM sebagai teroris, itu menurut saya akan memperunyam diplomasi internasional yang sedang kita lakukan untuk mencegah jangan sampai ada upaya intervensi negara asing terhadap wilayah Indonesia, terutama wilayah Papua," kata Stanley.