TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menceritakan ide awal penerapan bank garansi yang wajib bagi para perusahaan pengekspor benih lobster. Ia menjelaskan hal itu dalam persidangan di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu kemarin.
"Sebenarnya ide bank garansi bukan dari Rina, jadi bagaimana PNBP (penerimaan negara bukan pajak) dijalankan itu saya mendapat masukan dari Irjen. Lalu dikonsultasikan dengan Biro Keuangan dan Kementerian Keuangan yang menurut beliau bisa dengan bank garansi," kata Edhy Prabowo.
Rina yang dimaksud adalah Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sedangkan Inspektur Jenderal KKP dijabat oleh Muhammad Yusuf.
Edhy menyatakan Rina enggan mengerjakan sesuatu sebelum ada petunjuk yang jelas. Edhy pun membantah bila pelaksana bank garansi adalah dia. "Saya kira para Dirjen tahu. (Ide bank garansi) bukan dari saya tetapi dari kami semua karena yang dibahas di sini adalah bagaimana PNBP dari tadinya Rp250,00 (per ekor) jadi Rp1.000,00 (ekor)," ujar Edhy.
Dalam dakwaan disebutkan atas permintaan ketua tim uji tuntas budi daya dan ekspor benih lobster Andreau Misanta Pribadi para eksportir diminta menyetor uang ke rekening bank garansi sebesar Rp1.000,00 per ekor yang diekspor dalam bentuk bank garansi sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Edhy Prabowo.
Penyetoran bank garansi itu dilakukan meski Kementerian Keuangan belum menerbitkan revisi Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ekspor benih lobster. Sehingga terkumpul uang di bank garansi di Bank BNI seluruhnya sebesar Rp52.319.542.040,00. Padahal, untuk menarik PNBP membutuhkan peraturan pemerintah yang belum juga terbit saat ekspor pertama pada 12 Juni 2020.
"Bahkan, saat itu saya tawarkan (menarik) Rp5.000,00 (per ekor) karena kalau harga benih lobster saat itu saja bisa Rp35 ribu (per ekor) di Indonesia dan di nelayan harganya minimal Rp5.000,00 (ekor). Namun, saya dengar dari perusahaan-perusahaan keberatan akhirnya disimpulkan memakai pajak progresif yang mungkin sudah masuk ke draf rancangan peraturan pemerintah," tutur Edhy.
Dalam dakwaan disebutkan Edhy Prabowo mengarahkan Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Antam Novambar membuat nota dinas kepada Kepala BKIPM Nomor: ND.123.1/SJ/VII/2020 tanggal 1 Juli 2020 perihal Tindak Lanjut Pelaksanaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan.
Selanjutnya, Kepala Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Jakarta I (Soekarno-Hatta) Habrin Yake menandatangani surat komitmen dengan seluruh eksportir sebagai dasar untuk penerbitan bank garansi di Bank BNI yang dijadikan jaminan ekspor benih sehingga terkumpul Rp52.319.542.040,00.
"Jadi, hanya perlu surat. Surat dari Sekjen sementara pelaksana lambat menjalankannya, padahal dinamika berjalan, Rina dan Habrin hanya melaksanakan tugas yang diminta menteri," ungkap Edhy Prabowo. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri sudah menyita bank garansi senilai Rp52.319.542.040,00 dari Bank BNI cabang Gambir dalam penyidikan perkara ekspor benih lobster.
Baca juga: Hakim Vonis Penyuap Edhy Prabowo 2 Tahun Penjara