TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Kementerian Agama Abdul Rochman menilai kebijakan Pemerintah Kota Serang, Banten yang melarang restoran, rumah makan, warung nasi, dan kafe berjualan pada siang hari saat bulan puasa atau Ramadan terlalu berlebihan.
Menurut dia, kebijakan tersebut tidak sesuai dengan prinsip moderasi dalam mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang. "Cenderung berlebih-lebihan," kata Abdul, Kamis, 15 April 2021.
Ia menyatakan larangan itu membatasi akses sosial masyarakat dalam bekerja atau berusaha. Terlebih kehadiran rumah makan dan sejenisnya dibutuhkan bagi mereka yang tak berkewajiban menjalankan ibadah puasa.
Abdul menegaskan larangan berjualan yang tertuang dalam kebijakan tersebut juga diskriminatif dan melanggar hak asasi manusia terutama bagi orang yang tidak berkewajiban menjalankan puasa Ramadan, aktivitas pekerjaan jual beli, dan berusaha.
Ia meminta kepada Pemkot Serang untuk mengkaji ulang larangan berjualan itu. Sebab, yang mesti diutamakan ialah sikap saling menghormati dan menghargai baik bagi mereka yang berpuasa maupun tidak berpuasa.
"Saya harap ini bisa ditinjau ulang. Bagi mereka yang tidak berpuasa, diharapkan bisa menghormati yang sedang puasa. Sebaliknya, mereka yang berpuasa agar bisa menahan diri dan tetap bersabar dalam menjalani ibadah puasanya," ujar dia.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Serang, melarang restoran, rumah makan, warung nasi, dan kafe berjualan pada siang hari selama Ramadan. Hal ini tertuang dalam Imbauan Bersama Nomor 451.13/335-Kesra/2021.
Jika restoran atau rumah makan nekat beroperasi pada waktu yang dilarang maka terancam sanksi berupa hukuman 3 bulan penjara. Tak hanya itu, pengelola juga bisa terkena denda maksimal Rp50 juta.
Baca juga: Aturan Operasional Restoran di DKI Selama Ramadan, Bisa Dine In sampai 22.30 WIB