TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Staf Khusus Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi diduga memperjualbelikan jabatan eselon I dan II di Kementerian Desa atau Kemendes.
Enam petinggi di Kementerian Desa menyebutkan, angka yang diminta bervariasi, yaitu Rp 1-3 miliar untuk menjadi direktur jenderal atau pejabat eselon I, Rp 500 juta-1 miliar buat direktur atau eselon II, dan Rp 250-500 juta untuk eselon III--kini sudah dihapus.
Seorang di antara pejabat itu bercerita, dia pernah dimintai uang lebih dari Rp 500 juta oleh seorang utusan staf khusus untuk mempertahankan posisinya pada akhir 2020. Utusan tersebut meminta duit itu dibayar secara tunai.
Pejabat itu sempat bernegosiasi agar pembayaran dilakukan bertahap. Namun utusan tersebut menolak tawaran itu. Tak sampai sebulan, pejabat itu digeser ke posisi lain.
Enam petinggi Kementerian Desa juga mengungkapkan bahwa sebagian dari mereka yang menolak memberikan upeti bakal “di-Muis-kan”. Maksudnya adalah dipindahkan dari kantor pusat di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, ke kantor Direktorat Jenderal Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yang berada di Jalan Abdul Muis, Gambir, Jakarta Pusat.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggi, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengaku mendengar informasi soal jual-beli jabatan di Kemendes. Dia mengklaim telah memeriksa kabar tersebut. "Saya cek satu per satu. Enggak ada itu," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa tersebut dalam wawancara khusus dengan Tempo pada Jumat, 9 April lalu. Si staf khusus juga membantah.
Siapa sebenarnya staf khusus ini? Bagaimana ia diduga mengatur bongkar pasang posisi di Kemendes? Baca selengkapnya di Majalah Tempo edisi 10 April 2021, Mahar Jabatan di Kalibata.
Baca juga: Ini Besaran Upeti Dugaan Jual Beli Jabatan di Kemendes