Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

9 April 2001, Gus Dur Tetapkan Tahun Baru Imlek sebagai Hari Libur Fakultatif

Reporter

image-gnews
TEMPO/Yosep Arkian
TEMPO/Yosep Arkian
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Dua dekade lalu, tepatnya 9 April 2001, Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur di Indonesia bagi yang merayakan atau fakultatif. Padahal sebelumnya lebih dari 30 tahun, dari 1968 sampai 1999, pemerintah orde baru melarang perayaan Tahun Baru Imlek di tempat-tempat umum di Indonesia yang tertuang dalam Instruksi Presiden atau Inpres Nomor 14 Tahun 1967.

Pada 2000, Gus Dur mencabut Inpres tersebut dengan mengeluarkan Keppres nomor 6 tahun 2000 tentang pencabutan Inpres Nomor 14 tahun 1967. Keppres tersebut menjadi awal bagi masyarakat Tionghoa di Indonesia mendapatkan kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, serta adat istiadat mereka, termasuk upacara keagamaan seperti Imlek secara terbuka.

Kemudian Gus Dur menindaklanjuti keputusannya dengan menetapkan Imlek sebagai hari libur fakultatif, berlaku bagi mereka yang merayakannya, berdasarkan Keputusan Nomor 13 tahun 2001 tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif. Sebelum akhirnya ditetapkan sebagai hari libur nasional pada 2003 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.

Ada cerita panjang di balik keputusan Gus Dur untuk mencabut Inpres Nomor 14 tahun 1967 tersebut. Putri Gus Dur, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid alias Alissa Wahid menceritakan kronologi pencabutan Inpres tersebut oleh Gus Dur, kepada Tempo, Senin, 4 Februari 2019. Alissa Wahid menuturkan, ayahnya telah bergaul dengan teman-teman dari kalangan Konghucu, “Gus Dur sudah lama bergaul dengan teman-teman Konghucu,” katanya.

Menurut Alissa Wahid, pada tahun 90-an, Gus Dur pernah menjadi saksi ahli untuk pernikahan Budi Wijaya dan Lanny Guito, dua orang Konghucu di Surabaya. Saat itu hanya ada lima agama resmi yang diakui pemerintah Indonesia, sehingga saat pasangan pengantin Konghucu tersebut akan melakukan pencatatan nikah ke Kantor Catatan Sipil di Surabaya ditolak, sebab perkawinan masyarakat Konghucu juga tidak diakui di Indonesia, “Karena Konghucu saat itu tidak diakui di Indonesia, perkawinan mereka kemudian juga tidak diakui oleh negara,” ujar Alissa Wahid.

Baca: Arsip Majalah Tempo, Hasyim Wahid: Saya Lebih Sinting Dari Gus Dur

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Merasa mendapatkan perlakuan tidak adil, lantas pasangan Budi dan Lanny ini akhirnya mengajukan gugatan secara resmi ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN Surabaya. Gugatan tersebut uuga dimaksudkan agar di masa depan, anak-anak mereka tidak dianggap sebagai anak di luar pernikahan dan tidak mendapatkan pengakuan dari negara.

Inpres nomor 14 tahun 1967 memang telah menyebabkan diskriminasi, sebut saja tahun 80 sampai 90-an, orang-orang Tionghoa tak memiliki ruang untuk melakukan upacara keagamaan akibat larangan dari rezim Orde Baru tersebut. “Itu satu paket, nggak bisa dilihat dari Imleknya atau Konghucunya saja, tapi juga bagaimana diskriminasi itu sudah terjadi begitu lama,” tutur Putri Gus Dur.

Setelah melakukan pencabutan Inpres nomor 14 tahun 1967 dengan mengeluarkan Keppres nomor 6 tahun 2000, kemudian secara bertahap mensosialisasikan penerimaan terhadap tradisi masyarakat Tionghoa. Bahkan Gus Dur secara langsung ikut merayakan Imlek tahun 2000, “Gus Dur ikut merayakan Imlek yang pertama, pada 2000,” kata Alissa Wahid.

Berkat kebijakan Gus Dur tersebut, pada 10 Maret 2004, bertepatan dengan hari Cap Go Meh di Klenteng Tay Kek Sie, masyarakat Tionghoa di Semarang memberikan julukan sebagai “Bapak Tionghoa” kepada Gus Dur.

HENDRIK KHOIRUL MUHID 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Kilas Balik 23 Tahun Lalu Presiden Gus Dur Tetapkan Hari Raya Imlek Sebagai Hari Libur

17 hari lalu

Duduk dari kiri ke kanan: Sri Sultan Hamengkubuwono X, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati dan Amien Rais pada momentum Deklarasi Ciganjur, kediaman Gus Dur, 10 November 1998. (Repro buku Gerak dan Langkah)
Kilas Balik 23 Tahun Lalu Presiden Gus Dur Tetapkan Hari Raya Imlek Sebagai Hari Libur

Keputusan 23 tahun lalu ini merupakan sebuah keputusan revolusioner Gus Dur mengingat di Orde Baru, perayaan Imlek di tempat-tempat umum dilarang.


78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

23 hari lalu

Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X menyebar udik-udik bagian dari acara Kondur Gongso di Masjid Agung Gedhe, Yogyakarta, (23/1). Upacara Kondur Gongso merupakan upacara dalam menyambut Maulud Nabi. TEMPO/Subekti
78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.


Pasang Surut Hubungan Indonesia-Cina dalam Rentang 74 Tahun

25 hari lalu

Bendera Cina dan Indonesia. Shutterstock
Pasang Surut Hubungan Indonesia-Cina dalam Rentang 74 Tahun

Prabowo Subianto, memilih Cina sebagai negara pertama yang dikunjunginya, menandai pentingnya hubungan Indonesia-Cina.


Pertama Kali PPP Gagal Masuk Senayan, Ini Profil Partai dengan Tagline Rumah Besar Umat Islam

35 hari lalu

Plt Ketua Umum PPP MUhammad Mardiono saat meluncurkan logo baru yang akan digunakan partainya menyambut Pemilu 2024.  di Jakarta, Kamis (5/1/2023). ANTARA/HO-Humas PPP
Pertama Kali PPP Gagal Masuk Senayan, Ini Profil Partai dengan Tagline Rumah Besar Umat Islam

PPP salah satu partai terlama sejak Orde Baru, selain PDIP dan Golkar. Ini profil dan perolehan suara sejak Pemilu 1999, 2004, 2009, 2014, 2019, 2024


Mengenal Makanan Gohyong, Bukan Kuliner Korea

37 hari lalu

Gohyong. Shutterstock
Mengenal Makanan Gohyong, Bukan Kuliner Korea

Gohyong menjadi jananan kaki lima yang tengah naik daun saat ini. Namanya seperti kuliner Korea, ternyata akulturasi Tinghoa dan Betawi.


81 Tahun Ma'ruf Amin, Berikut Jalan Politiknya dan Pernah Punya Story dengan Ahok

46 hari lalu

Wakil Presiden Ma'ruf Amin memotong tumpeng bersama istrinya, Wury Estu Handayani saat mengadakan tasyakuran hari ulang tahunnya di rumah dinasnya di Jalan Diponegoro, Jakarta, 11 Maret 2020. Ma'ruf Amin hari ini berulang tahun yang ke-77. TEMPO/Friski Riana
81 Tahun Ma'ruf Amin, Berikut Jalan Politiknya dan Pernah Punya Story dengan Ahok

Ma'ruf Amin berusia 81 tahun pada 11 Maret ini. Berikut perjalanan politiknya hingga menjadi wapres, sempat pula berseteru dengan Ahok.


Perpindahan Ibu Kota Jakarta ke IKN Dipastikan Masih Tunggu Keppres, Begini Penjelasan Stafsus Jokowi

50 hari lalu

Presiden Joko Widodo meninjau langsung progres pembangunan Kantor Presiden di Kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN), Provinsi Kalimantan Timur, Jumat, 1 Maret 2024. Presiden Jokowi mengecek pembangunan infrastruktur yang kini telah mencapai 74 persen tersebut. Foto: Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden
Perpindahan Ibu Kota Jakarta ke IKN Dipastikan Masih Tunggu Keppres, Begini Penjelasan Stafsus Jokowi

Pemerintah memastikan pemindahan Ibu Kota Negara ke IKN masih menunggu Keppres ditandatangani oleh Presiden Jokowi.


Status Jakarta sebagai Ibu Kota Disebut Telah Hilang Sejak 15 Februari, Apa Respons Istana?

50 hari lalu

Bundaran Hotel Indonesia. ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin.
Status Jakarta sebagai Ibu Kota Disebut Telah Hilang Sejak 15 Februari, Apa Respons Istana?

Jakarta sebagai Ibu Kota Negara disebut telah habis statusnya pada 15 Februari 2024 lalu. Lantas, apa respons Istana?


64 Tahun Lalu Setelah Keluarkan Dekrit Presiden, Presiden Sukarno Pernah Bubarkan DPR

51 hari lalu

Presiden pertama RI, Sukarno, berpidato di hadapan delegasi Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung, 1955. Bung Karno menunjukkan karismanya di hadapan kepala negara dari Asia dan Afrika. Lisa Larsen/The LIFE Picture Collection/Getty Images
64 Tahun Lalu Setelah Keluarkan Dekrit Presiden, Presiden Sukarno Pernah Bubarkan DPR

64 tahun lalu, pada 5 Maret 1960 Presiden Sukarno membubarkan DPR dan mengganti namanya menjadi DPR-GR. Apa alasannya?


Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta Dimulai, Tetap Meriah meski Pindah Lokasi

51 hari lalu

Kemeriahan perhelatan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta 2024. Dok.istimewa
Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta Dimulai, Tetap Meriah meski Pindah Lokasi

Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta 2024 mengedepankan edukasi budaya Tionghoa Mataram yang belum banyak dikenal masyarakat.